Followers

Saturday, August 30, 2014

Ada Adam

Ada seorang pria yang sama-sama malunya dengan seorang wanita pujaannya yang saling diam di atas motor merah merona, semerona pipi dua insan yang sama-sama diangkutnya. Ada.

Ada seorang pria lain yang datang setelah pria tadi dan tanpa permisi mengajari wanita itu peluk, cium, dan nafsu sampai dia hampir rusak. Ada.

Ada pria baru yang sangat mempesona, yang seolah menyelamatkan wanita itu dari pria barusan dengan cara merebutnya. Lalu ternyata ia sama saja. Ada.

Ada seorang pria yang kaku, beku, membisu, namun membuat wanita itu takluk. Si wanita nampaknya trauma dengan peluk, cium, dan nafsu. Namun kali ini dia sangat bodoh dibuat menunggu. Ada.

Ada seorang pria lucu, unik, dan serba bisa. Namun, imannya tak lebih baik dari wanitanya. Ada.

Ada seorang pria yang lebih sempurna dari pria satu, dua, tiga, empat, dan lima...namun sang wanita tidak cukup pede berjalan bersamanya. Ada.

Ada seorang pria yang baru dikenalnya kemarin sore, namun ia mampu mengalahkan pria satu, dua, tiga, empat, lima, dan enam. Namun, ia tidak lebih cerdas dari wanitanya. Ada.






Ada jutaan kumbang menghisap bunga mawar di sudut taman itu. Ada. Namun, ada juga mawar yang mengatakan, "Tidak. Tidak sekarang!". Ada.


"Aku masih menunggu kumbang nomor delapan, sambil mengembangkan tubuhku. Agar nektarku tidak sia-sia ia hisap. Izinkan aku ada. Tanpa mengada-ada".







Dari seorang Hawa yang menunggu Adam untuk memeluknya sambil membaca ayat ke-23 Surat Al-A'raf. Adam yang membangunkan Hawa untuk sholat malam dan mengaji bersama. Adam yang datang dengan segelas air putih dalam genggamannya dan membisikkan kalimat penyembuh paling ampuh di dunia. Adam yang menyatukan spasi dalam malam suci bersama Hawa.

Tuesday, August 12, 2014

Sebuah Percakapan di Lantai Dua

15 Juli 2014

Hari ini tentunya spesial, karena aku akan bertemu dengan dua orang teman lamaku, Sundari dan Vindy (yang pernah aku ceritakan di sini). Formasi ini harusnya lengkap bila ditambah Mymo, tapi dia sudah pulang ke kampung halamannya di Blitar, jadi kami hanya akan bertemu bertiga.

Aku yang sedari pagi sudah di kampus karena ada urusan organisasi, memutuskan untuk tidak pulang dulu karena memang jarak dari pusat kota ke rumah cukup jauh dan cukup melelahkan bila ditempuh dalam keadaan dahaga luar biasa di tengah puasa. Aku memilih menunggu datangnya sore di masjid di dalam kampus sambil sesekali membaca beberapa ayat di Quran For Android-ku yang terlalu kecil dan malah membuat sakit mata. Setelah ashar, aku segera berangkat ke salah satu tempat makan favoritku, Warung Steak and Shake di Landungsari, bukan di pusat kota.

Aku bersemangat sekali datang setengah jam sebelum jam perjanjian. Aku pelanggan pertama yang datang ke sini, bahkan sebelum para pelayannya briefing. Kami memilih untuk makan di sini di saat sedang menjamurnya kafe baru di Malang yang sudah tidak terhitung jumlahnya, karena kami tahu kalau tempat ini pasti tidak terlalu ramai dan enak untuk ngobrol. Lagi pula, kami rasa makanan di sini rasanya lebih ngangenin daripada di kafe-kafe baru yang cuma bagus untuk berfoto.

Aku memilih duduk di pinggir balkon lantai atas, karena cahayanya bagus. Setelah setengah jam menunggu, akhirnya Vindy dan Sundari datang bersamaan. Mereka tidak berubah, tetap apa adanya seperti dulu. Kami lalu berpelukan dan bersalaman melepas kangen masing-masing, tapi aku menolak dipeluk karena aku belum mandi sore, dan mereka menertawakan kebiasaan burukku, hehe.

Here we are: Sundari, Vindy, dan aku (yang belum sempat mandi)


Setelah berfoto, kami lalu memutuskan pindah ke tempat lesehan di pojok yang lebih terlihat hangat dan mejanya lebih besar. Kami memesan menu sebentar, lalu meletakkan hape masing-masing tanpa komando, ini hebatnya. Seperti yang sudah pernah aku bilang, bahwa quality time yang sejati tidak butuh orang-orang berhadapan yang saling memegang handphone. Sesekali kami hanya melirik jam untuk tahu apakah waktu berbuka sudah tiba,

Ritual dimulai. Diawali dengan Vindy yang bercerita tentang kisahnya. Aku menyusul. Sundari sengaja menolak untuk menceritakan kisahnya duluan, dia pilih belakangan. Topik yang kami bicarakan awalnya bukan soal cinta. Tapi, kami sudah cukup dewasa rupanya. Percakapan kami ujung-ujungnya berujung membicarakan cinta juga. 

Setelah aku dan Vindy selesai bercerita, Sundari hanya tertawa kecil. Lalu dia tidak banyak bersolusi seperti biasanya. Dia mengatakan hal yang membuat kami sedikit menekuk dahi. Dia hanya bilang, "Udah, udah selesai kan, ceritanya? Sekarang coba buka Twitter, buka @hitmansystem. Baca favoritnya."

Aku dan Vindy yang penasaran, langsung buru-buru membuka akun tersebut. Kami lalu membaca favoritnya, alhasil kami merasa sedang dipukuli oleh sejuta retorika yang sedikit mengejutkan soal cinta. 
"Gila...aku ngerasa kayak di-keplak banget", kataku setelah membaca apa yang tertulis di sana.

"Jadi gini, rek. Tau ngga kenapa daritadi aku diem aja nunggu kalian selesai cerita? Karena aku sudah mengalami fase itu. Aku sekarang wis jarang galau semenjak baca saran-saran dari akun itu. Kuncinya satu, kita mau berubah apa engga. Kita berani di-keplak apa engga," Sundari akhirnya bicara agak panjang.

Lalu kami melanjutkan membaca favorite tweets dari si Hitman System ini. Bener-bener akun ini secara gamblang membuatku melek sedikit soal permasalahan sepele yang sedang puncak-puncaknya menggandoli otakku akhir-akhir ini. 

"Sun, kata Hitman System, kalo sekarang ini udah ngga zaman ya namanya cewek itu nunggu. Nah trus, masa aku kudu agresif ngedeketin cowok duluan?" tanyaku polos.

"Kalo kamu ngerasa kamu pede dan layak mendapatkan cowok yang kamu suka itu, kenapa engga? Kalo kamu ga berani deketin duluan, berarti kamu ngga pede, kan?" jawab Sundari.

"Iya sih...tapi si cowok kalo aku chat, jawabannya cuek gitu. Suka singkat-singkat. Malu dong aku ngejar duluan..." aku tetap mencari pembelaan.

"Balikin ke diri kamu sendiri. Kalo ada cowok yang nge-chat kamu dan kamu balesnya singkat-singkat, artinya apa?" kata Sundari dengan sabar.

"Maksudnya?" aku masih ngga mudeng.

"Apa yang pengen kamu sampaikan ke si cowok itu dengan caramu bales yang singkat-singkat kayak gitu?" Sundari memperjelas.

"Ya...aku ngga suka sama cowok itu..." jawabku masih polos.

"Sekarang dibalik. Kalo kamu nge-chat cowok dan dia balesnya singkat-singkat?"

"Cowok itu ga suka aku," aku sedikit tercengang.

"Nah! Simple!" Sundari lega aku akhirnya mudeng.

Aku dan Vindy langsung terkesima dengan kata-kata simple Sundari yang seolah membangunkanku dari tidur panjangku. Kami lalu menertawakan kebodohan masing-masing. Iya, kami bodoh selama ini. Bodoh.

"Gini deh intinya. Cinta itu dibikin simple aja. Kalau kamu masih merasa ada yang salah sama cinta, kalo kamu masih ngerasa kesiksa dengan cinta, coba deh introspeksi. Yang salah cintanya, atau kamunya? Percuma sebenernya kamu curhat sana-sini, dapet solusi ini-itu, baca tweets Hitman System juga kalo kamu sendiri ga mau berubah," tambah Sundari.

"Iya Sun, aku baru sadar aku bodoh banget ya... Kayaknya emang ada yang salah sama aku, bukan sama cowok-cowok yang ngedeketin aku. Buktinya, sekarang kamu, Vindy, sama Mymo udah punya pacar semua. Aku masih jomblo aja. Aku kudu introspeksi ini," aku mulai melek.

"Gini deh, sekarang kamu ga dapet-dapet pacar kenapa? Yang deketin kamu ga ada?" tanya Sundari heran.

"Banyak sih..." jawabku.

"Kamu kebanyakan milih juga kali, Din..." akhirnya Vindy berbicara juga.

"Nah! Mungkin kamu jomblo juga selain kamu masih stuck sama satu orang yang jelas ga bisa sama kamu, ada alasan lain yang musti kamu tanyakan ke dirimu sendiri. Apakah standart kamu yang ketinggian?"

"Kayaknya bener kalian, aku kebanyakan pilih-pilih. Cari yang sempurna ya ga bakalan nemu, ya kan...bego..." jawabku makin tersudut.

"Tapi berhenti menyalahkan diri terus-terusan. Kalo kamu aja ga mencintai dirimu sendiri, gimana orang lain mau cinta sama kamu, ya kan?" kata Sundari.

"Iyesssss. Gini deh analoginya. Kalo kamu pengen dapet cowok wangi, jangan harap dapet deh, kalo kamu aja keramas palingan seminggu sekali, ahahahaha" aku sedikit mencairkan suasana.

"Iyaaaa, jadi, kalo mau dihargai cowok, hargai dulu dirimu. Tampillah cantik, buat dirimu, bukan buat dilihat orang sih sebenernya, " Sundari lagi yang ngomong ini .__.

"Benerrrrr! Dandanlah cantik karena kamu menghargai anugrah Allah yang udah dikasih ke kamu, kamu berdandan cantik karena tubuhmu memang layak mendapatkan penghargaan darimu berupa itu!" sepertinya percakapan kami mulai meluber ke mana-mana.

"Iyo sih ya...by the way, kita semua ngelanggar komitmen kita lho!" Vindy mengingatkan sesuatu.

"Apa, Vin?" tanyaku.

"Kita ingkar janji buat komitmen ga pacaran sampe sekolahnya bener dulu, ya kan? Di antara kita cuman Dina yang masih komitmen, aahahahaha..." jawab Vindy.

"Bahahaha, aku jaga komitmen apa emang ga laku-laku, ya? Tapi kayaknya aku jaga komitmen lho... Aku udah ditembak tiga cowok tapi aku tetep jomblo. Berarti aku laku sebenernya, ahahahhaha..." kataku pamer.

"Aduh aduh, uda gede semua, obrolannya cowok mulu. Udah, mulai sekarang udah ga boleh galau lagi. Sadar ngga sih, kalo ada orang galau berkepanjangan sebenernya kita ilang feeling liatnya?" potong Sundari.

"Banget! Berarti selama ini ternyata banyak yang ilfeel sama aku gara-gara aku kebanyakan galau di socmed, ya? Ahahaha..." jawabku semakin melek.

"Yap! Wis paham gitu, lho..." kata Sundari.

Gitu deh percakapan kami yang cukup panjang dalam waktu singkat sore itu. Kami sampai tidak bisa merasakan lezatnya rasa steak yang kami makan untuk berbuka, karena pembicaraan kami nampaknya lebih lezaaaaaat :-D. Sayang sekali pembicaraan kami tidak bisa lebih lama, karena kami sadar diri kalau rumah kami sama-sama jauh dari kota. Aku di Singosari, Vindy di Pujon, dan Sundari di Ngantang. Akhirnya Sundari pulang duluan karena memang rumahnya paling jauh. Vindy lalu mengajakku berkenalan dengan pacarnya setelah itu. Setelah berkenalan singkat, aku buru-buru ke masjid untuk solat tarawih. Aku janji sama bapak, Ramadhan ini ga boleh bolong sekali pun tarawihnya. Tapi akhirnya juga  bolong satu hari selain pas datang bulan, sih, hihihi. 

Sepulang solat tarawih, aku menyetir motorku sambil melamun di tengah kegelapan kota ke arah rumah. Entah malam itu, pikiranku ke mana-mana. Tiba-tiba tanpa permisi, air mataku menetes satu-satu tanpa petir, mengguyur wajah kumal belum mandiku. Sepertinya ini hadiah karena aku belum mandi. Sampai rumah, aku langsung tidur dalam keadaan penat maksimal. Besoknya, aku memutuskan memulai tantangan untuk diriku sendiri. Aku namakan program itu: Move On dalam 7 Hari. Alhamdulillah, aku berhasil move on tanpa ragu, tanpa galau, tanpa air mata, yang sudah aku ceritakan di postinganku yang lalu: Surat untuk Kamu.

Selamat pagi. Semoga menginspirasi, hai para wanita! :-)