Followers

Tuesday, May 17, 2016

Rose Sedang Tidak Jelas

Angin sungguh sangat tenang siang itu. Hutan mahoni di pinggir kota selalu jadi tempat favorit Rose untuk melamun.

"Aku ingin tahu, apa alasanmu menyuruhku ke mari?" tanya Moon.

"Duduk dulu. Aku sedang ingin curhat tentang seseorang. Boleh?" jawab Rose.

"Siapa? Orang yang kau sukai?" 

"Diam, dan dengarkan dengan baik, oke?" pinta Rose sambil menepuk tempat duduk di sebelahnya.

"Okelah...aku akan diam dan mendengarkan, seperti anak baik," sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Sebut saja dia Bulan. Dan aku Bintang. Kau tau filosofinya? Bulan adalah satelit, dia berputar-putar bersama bumi mengelilingi bintang yang bernama Matahari. Dan Bintang, selain Matahari, selalu mandiri bersama sinarnya yang berkedip dari kejauhan. Aku akan ceritakan secara singkat." buka Rose bertele-tele.

"Semoga kali ini ceritamu tidak membuatku pusing," gurau Moon.

"Tidak. Tapi akan membuatmu sangatttttt pusing. Aku teruskan." jawab Rose sambil membenarkan posisi duduk.

"Bintang tidak pernah lelah bersinar setiap hari, menunggu satelit-satelit apa saja yang akan berputar mengelilinginya, termasuk Bulan. Bintang sangat mengharap Bulan mengelilinginya juga,"

"Kamu" yang Baru

Berikut ini juga postingan saya yang sudah menjamur menjadi draft sekitar 2 tahun yang lalu.

///




Halo, bloggie, saya menyapa kalian semua setelah sekian lama kurang produktif sebagai blogger yang sudah 6 tahun berkecimpung di dunia per-blog-an. Kali ini saya kembali dengan kisah percintaan yang tiada tara dan tiada terperi yang selama ini mendominasi blog saya yang selama ini membuat galau yang selama ini membuat syahdu, halah, yang yang yang... Yang kali ini akan berbeda ceritanya.

Sejujurnya, saya sudah merasa lelah berteman dengan cinta-cintaan. Cinta monyet tepatnya. Karena, saya rasa, saya sekarang sudah besar. Sudah berkepala 2. Sudah 21 tahun, brooooo. Sudah bukan waktunya untuk main-main dengan cinta apalagi masa depan. Setelah beberapa kali jatuh cinta, kesandung cinta, dan tercebur cinta hampir dengan semua laki-laki yang disinyalir bermodus dengan saya maupun karena saya yang ke-GR-an, saya memutuskan untuk stop cinta-cintaan.

Setelah itu, saya memang vakum selama 2 tahun lebih tanpa status. Tapi, namanya juga manusia, sengempet-ngempetnya pasti tersangkut juga sama yang namanya cinta. Selama dua tahun tanpa status tersebut, tidak bisa dipungkiri saya dekat dengan beberapa orang. Saya sempat sangat mencintai satu orang, namun kita harus terpisah, halah. Intinya, saya sudah lelah. Saya berpikir, untuk apa saya pacaran jika uang saya habis untuk jajan sama dia, pikiran saya terbagi tidak untuk belajar malah nglamunin dia, tiap malam galau sampe bantal penuh pulau-pulau, dan waktu bermain saya dengan teman-teman tersita karena saya prioritaskan dia. Intinya, untuk apa saya pacaran jika banyak efek negatifnya timbang positifnya.

Namun, lagi-lagi namun. Saya hanya manusia yang lemah. Saya tidak bisa memegang janji saya sendiri. Saya bertemu dengan salah satu teman saya. Dan sekarang dia jadi pacar saya. Entah.





Embun dan Rindu

Tulisan di bawah ini adalah draft yang saya temukan. Usianya mengendap di dalam laptop sekitar hampir 2 tahun. Silahkan dinikmati...dilarang baper...

////


Di jam ini, harusnya aku ada di kelas Membaca Teks Nonilmiah dan sedang membuat resensi novel untuk tugas akhir. Pantat ini menempel di kursi kayu lawas di gedung lawas ini pula. Namun otak ini dengan liar berlari-larian menuju wajahnya yang selalu menempel kurang dari satu senti di mataku dan baunya terendus-endus di hidungku. Untung bu dosen sedang tidak memerhatikan. Untung lagi, tugas ini tidak harus selesai sekarang. Yes, saatnya menyalurkan nafsu jariku untuk menulis.

Hari ini adalah hari di mana aku merasa sedang semakin jatuh cinta dengan dia, yang sebelum-sebelumnya sudah aku ceritakan. Sebelum sedekat hari ini, aku sempat semakin menjauh darinya. Bahkan sempat tertarik dengan kumbang yang lain, yang menawarkan untuk menebar benang sari bungaku ke tempat yang lebih layak. Menawarkan ladang yang hijau, dengan awan sebersih kapas bayi di atasnya, dengan langit sebiru lambang PAN mengelilinginya. Membuatku merasa bahwa benar Aquarius tidak bisa bersama dengan Leo. Membuatku merasa bahwa benar Aquarius hanya akan aman bersama Libra atau Sagitarius. Namun, aku salah. Aku salah berbuat gegabah. Menerbangkan si kumbang baru itu sampai loncat-loncat bagai naik di atas trampolin. Membuatnya yakin bahwa aku akan memasrahkan benang sariku dibawa oleh kakinya ke putik bunga lain yang lebih layak dan akan terus bertumbuh sampai ia menjadi ribuan. Aku salah. Aku tidak secepat itu menemukan kumbang baru, aku hanya terbawa suasana.

“Maaf untukmu, kumbang baru. Aku tidak bermaksud demikian. Kau bukan pelampiasan,” kataku untuknya.

Untuk kumbang baru, maaf jika aku harus pergi darimu. Maaf kalau sampai kamu selalu membangunkanku pagi-pagi, padahal kamu tidak biasa. Maaf jika semua orang mengira...aku harus bahagia bersamamu. Aku yang salah.

Aku sadar bahwa aku memang bisa suka dengan siapa saja. Aku sadar bahwa semua yang mendekat bisa saja membuatku kagum dan selalu membuat perbandingan dengannya, si kumbang lama. Tapi, aku salah. Cinta tidak selalu rasional. Teringat kata seseorang bahwa semua orang di dunia ini rasional, sampai ia jatuh cinta.

Ketidakrasionalanku berhenti padamu, kumbang lama.

Aku mulai tidak rasional. Sejauh itu aku pergi dan pura-pura tidak berharap, semakin rindu itu menahanku untuk pulang. Semakin aku berusaha tahu diri, semakin sakit dan lelah hati ini. Saat aku mengatakan “aku pergi”, isyarat “aku mengharapkanmu” selalu terbesit. Apakah sinyal-sinyal itu diterima olehmu? Apakah kamu tahu? Bahwa di setiap kita duduk bersama, aku berada di beberapa senti darimu, aku selalu ingin menyamakan detak jantung kita. Biar kamu tidak tahu bahwa aku deg-deg-an. Kamu tahu? Setiap kamu senyum, aku ingin aku punya mesin penghambat waktu. Kamu tahu? Setiap kamu mengajakku makan, aku hanya ingin kita makan berdua, tidak dengan siapa-siapa. Namun, saat aku tahu kamu mengajakku makan karena teman-temanmu tidak bisa menemanimu makan... Aku mulai sadar. Aku bukan tujuan, aku hanya sebuah opsi.

Kurang satu bulan lagi segala rutinitas “bertemu denganmu” akan berakhir. Aku mulai tidak tahu, aku masih harus jatuh cinta atau tidak. Aku tidak bisa membayangkan nanti, jika kita sudah tidak sering bertemu lagi, apakah aku masih pantas mengharapkanmu atau harus pergi dan mencari kumbang lain. Satu bulan lagi itu tidak lama. Aku akan baik kepadamu dan menerima semua omelanmu.

Yang entah menurutmu berarti atau tidak. Menurutku iya. Makanya aku memberikan potongan kue ulang tahunku kepadamu. Karena menurutku kamu pantas menerimanya.

Yakinkan aku untuk terbiasa
Terbiasa yakin bahwa di setiap pagi,
di setiap embun masih ada rindumu

Sejauh itu, seburuk itu pun
Aku masih di sini, tidak bisa tidak mencintaimu...