Followers

Sunday, June 27, 2010

My Design

Tanggal 29 Juni nanti, Teater SETIA akan mengadakan demo ekskul buat adik-adik kelas yang baru. Lihat rancangan brosur yang aku buat. Hehe, lucu bukan?

This Is Not The Final

Pagi itu aku, ibu, dan bapak berangkat menuju SMAN 9, sekolah di mana tempat saudara kembarku berada. Ya, saat yang dinanti. Hari penentuan.

Dini mendapat ranking dua di kelasnya. Great, dia memang pintar. Dan dia masuk jurusan sesuai apa yang dia inginkan. IPS.

Trip ini kami lanjutkan. Sekarang menuju SMAN 4, sekolahku. Ibuku ke luar dari kelasku sambil tersenyum. Alhamdulillah, itu bukan sesuatu yang buruk mungkin. IPA, ya, aku berhasil masuk IPA. Walaupun tidak tertulis ranking seperti semester lalu saat aku ranking 5, setidaknya aku lega nilaiku naik, Allah masih menghendakiku untuk mengejar PMDK. Semoga tercapai Ya Allah, amin…

Ya. Sebuah hasil. Akan setimpal dengan sebuah usaha. Aku janji, aku akan menjadi lebih baik lagi, aku akan memulai cita-citaku di sini. Keep on fighting, Dina J

Hachiko dan Kesetiaan

Hachiko, a Dog Story.

Awalnya aku tak yakin dengan film ini. Aku kira hanya sebuah film petualang hewan biasa. Ternyata, film ini mempunyai sebuah makna yang kental. Simple. Sangat simple.

Arti penting sebuah kesetiaan.

Thursday, June 24, 2010

Yeah, Cepat Datang dan Cepat Pergi

Hari terakhir. Lembar terakhir, urutan ke sembilan puluh sekian-sekian. Alhamdulillah, aku ngga nyangka, walopun awalnya pesimis, ternyata SMA 4 mau kenal sama aku. DINA NISRINA dinyatakan tercantol di SMA 4. Makasih Allah J

MOS. Ngga serem sih, tapi inget ngga, “Pilek kak, srottt”.

Haha, cengeng. Mungkin kalian inget kan. Ya udah, lupain, hehe.

The best part of SMA 4 is: SEPULUH ENAM.

Dina Nisrina Amelinda: X-3.

Eh salah orang ding, coba cari lagi.

Dina Nisrina (doang): X-6.

Akirnya nemu. X-6.

Betah ngga ya? Anaknya serem ngga ya? Ya. Takut. Cuman itu yang selalu ada di pikiranku tiap masuk ke lingkungan baru. Apalagi ke lingkungan yang ngga pernah aku kenal sebelumnya, lingkungan asing di luar sana, baru, baunya masih baru, ya, adaptasi.

Aku duduk sama Sabila Okta Syarafina, temen SMP-ku yang ngga pernah aku kenal sebelumnya. Awalnya , dia emang kayak cewek lumrahnya. Tapi ternyata, dia punya kepribadian unik. Bukan Bela (begitu panggilannya/red) kalo ngga ada cerita tiap harinya. Sampe-sampe dari kecil dia dipanggil Bebek. Ya, Bebek.

Walopun kayak gitu, tapi dia temen sebangkuku yang ngga akan pernah aku lupa. Keusilannya, kebawelannya, childish-nya, nyebelinnya, kayaknya Tuhan ngasi warna baru sama hidupku. Ngga pernah sama sekali aku duduk dengan orang sewarna-warni dia, selama ini aku selalu duduk dengan cewek yang pendiem, sama kayak aku. Tapi Bebek ngasi warna baru di hidupku yang monoton ini, mungkin sih, kalian nyadar ngga, sekarang aku cerewet rek, hihihihi. Tapi aku suka itu, makasi, Bek J

As usual, tiap kelas pasti punya nama sebagai ikon masing-masing. Dan aku ngga nyangka, kata-kata asal ceplosku kepakek juga, PUNAH. SEPULUH ENAM HYPER. Ya, ngga nyangka akirnya nama itu terpajang di jaket kelas kami dan tersohor di muka bumi, hahaha.

Inget punah, inget binatang kan. Nah, kelas kita, masing-masing individu punya nama hewan masing-masing lhoh, for example: Sandy-Jangkrik, Bela-Bebek, Vina-Oronk2, Didinn-Plankton, Aku-Capung, Mila-Unta, Novi-Cacing, Dian-Nyet, Fifik-Beruang Kutub, Jhe- Jerapah, Laily-Singa, dan maaaaaaasih banyak lagi.

Aku betah di sini. I am home. Rasanya kalian beda dari apa yang pernah aku milikin.

Kita selalu kompak dalam episode apa pun, aku rasa. Pas FTMS kmaren aja kostum kita dan yel-yel kita divonis terbaik kedua di sekolah. Great bukan? Itu karna kita kompak rek, meskipun sering banget ada konflik di antara kita, tapi itu biasa, konflik cuman bumbu persahabatan. Bukan sahabat namanya kalo ngga pernah ada konflik, ya kan? J

Aku baru nyadar banget aku punya hal yang yang terindah pas KKS kemaren, aku ga nyangka rasa persodaraan kita gede banget ya rek, makasi udah care sama aku waktu aku sakit kmarenJ

Makasi udah ngajarin aku saling ngehormati, toleransi, arti sahabat, dan smua yang kalian pernah kasi ke aku. Makasi udah bikin aku bangga punya kalian di akhir kebersamaan kita rek, solidaritas kalian bikin aku pengen nangis, suer :’(

Makasi buat Bebek, Didinn, Fifik, Mila, Jhe, Vina, Laily yang selalu ada buat aku.

Makasi buat Ridho, Err, Sani, Mbul yang mau dengerin aku curhat.

Makasi buat temen-temen yang lain yang udah ngasi warna di awal adaptasiku, dan sekarang ngga kerasa ya, kita udah mau jadi kakak kelas, padahal barusan aja rasanya kita jadi manusia paling imut di sekolah (huek). Secepet itu ya kita bakal ngga sekelas lagi, barusan aja kemaren sore kita kenal. Tapi inilah hidup, ngga akan berjalan mundur, tapi akan terus maju.

Makasi buat kenangan terindahnya, AKU SAYANG KALIAN SEMUA, aku sekarang ngerti, bener kata Sheila On 7, “…arti teman lebih dari sekedar materi…”

Kalian masih inget lagu ciptaannya Ridho kan? Ayo kita nyanyi bareng :’)

Kita Sepuluh Enam…

Anaknya baik hati…

Kita Sepuluh Enam…

Selalu saling berbagi, juga peduli…

Walopun kami jahil

Dan juga suka usil

Walopun hobi ngupil

Dan juga jarang nihil

Itu sepuluh enam,

Itu SEPULUH ENAM……



Tuesday, June 01, 2010

Bagai Sang Surya Menyinari Dunia

“Miaaaaww…”

“Miaawww…”

“Eh ada kucing kecil,” kata bapak malam itu.

Paginya, aku, kakakku, dan Dini, kembaranku sedang bersantai di teras rumah.

“Miaww… Eh eh lucu banget tuh kucing,” kata Dini.

“Baru lahir kah?” sahutku.

“Kecil banget, imut,” kata Mbak Hani.

Sejak semalam ibu kucing menaruh kucing kecil itu di depan teras rumah kami. Aku buatkan susu untuk kucing itu, kasihan dia, terlihat begitu lemas. Kedinginan semalam. Tapi ia tak mau meminum susu itu. Kucing itu malah terlihat makin gelisah. Tiba-tiba seekor kucing jantan bermotif sejenis dengannya datang dan menyapanya, kucing itu pun seakan melakukantos dengan kucing dewasa tersebut. Kami kira dia ibunya, namun setelah kami lihat, dia jantan. Kucing jantan itu pun pergi.

Tak lama setelah kucing jantan itu pergi, datanglah seekor kucing betina dewasa bermotif sama pula. Itu pasti ibunya, karena mereka langsung berpelukan. Kucing kecil itu lalu menuju ke arah puting sang ibu, berjam-berjam ia menempel pada ibunya, kasihan, ia lapar. Setelah menyusui anaknya, ibu kucing lalu pergi. Beberapa menit kemudian, ia mengigit bola bulu bermotif sepertinya sambil berjalan ke arah teras rumah kami. Ya, ibu membawa adik kucing kecil tersebut ke rumah kami juga.

Sang ibu menaruh mereka di tempat yang berbeda karena mungkin untuk menghindari sang pemangsa. Awalnya aku kira ia meninggalkan anaknya begitu saja, tapi ternyata aku salah. Dua kucing tersebut lalu menyusu bersama pada induknya, first time aku lihat kayak gini.

Sang Ibu yang kehausan lalu memanjat kolam kecil di teras rumahku untuk meminum beberapa teguk air. Salah satu anaknya lalu mencoba mengikutinya dengan langkah regu seakan takut terpeleset. Ia mencoba menjulurkan lidahnya seperti yang ibunya lakukan, namun ia tak bisa.

Sang ibu lalu seakan mengajak kedua anaknya untuk tidur, ia menuju ke keranjang rumput bambu di terasku. Tak lama mereka tertidur pulas dalam peluk sang ibu. Dalam kehangatan sang ibu.

Hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia…



Kebanggaan Dalam Kesederhanaan

"Kami AREMA… Salam satu jiwa di Indonesia yang selalu ada,…”

Siapa sih yang engga bangga kalau tim sepak bola kebanggaan daerahnya menjuarai salah satu ajang bergengsi di Indonesia, seperti Djarum Indonesia Super League? Pasti semuanya seneng kan? Di satu sisi, kita rayain semuanya, kita tunjukkan pada dunia semua kesenangan kita. Konvoi misalnya. Bersama teman, saling bergembira, menentang lengangnya jalan dengan dengungan klakson, memecah kedinginan dengan kibaran bendera dan keantusiasan. Aremania.
Namun di sisi lain, tak ada klakson. Tanpa raungan gas, tanpa syal bertuliskan Arema, bukan rally jalanan. Hanya kibaran bendera Arema. Dan lima bocah dengan wajah tanpa dosa. Dengan bekas curigen, toples bekas, dan pemukul kentongan.
"Iki benderane masku,” celetuk Akbar, salah satu dari lima bocah itu.
Tak masalah, walaupun bendera pinjaman, dengan toples dan curigen pengganti klakson dan histeria para Aremania hanya hidup dalam keterbatasan yang mereka miliki, namun semangat Akbar dan kawan-kawan sangat akbar, seakbar namanya.

“…selalu bersama untuk kemenangan… Hoy! Kami AREMA…”