Followers

Thursday, March 22, 2012

This!

Alasan paling bodoh, "Kalo jodoh kita bakal ketemu lagi". Tiap hari ketemu begok, udah sesekolah sekelas pula!

-Raditya Dika-

Awalnya aku selalu percaya nasihat kuno itu--yang entah kebenarannya berapa persen--selama bertahun-tahun. Dan sekarang atau entah sampai kapankah itu, "akhirnya" pun aku harus dipaksa percaya, skenarionya sudah ada. Jangan khawatir.

I'm falling in love with you. I don't even know, you will read this writing or not. Whether you know, whether you realize it. Whether you have a big big head. Or you don't like. Clearly, you don't have to ask. When you said that words, I've said to myself, "I know!".

I'm secretly falling in love.

Saturday, March 17, 2012

UNAS? Siapkah?

Suasana Neutron pas lagi nganggur-nganggur gini. Temen-temen pada semangat latihan soal.

Eits, tapi ada juga yang bener-bener manfaatin waktu istirahat buat nganggur.

Kayak aku...
Yang ini namanya Mega :-D
Entahlah, dikatakan siap juga belum. Dikatakan belum siap, tapi aku sudah punya persiapan. Intinya, kita musti berani buat bilang: AKU SIAP UNAS!

Another Scolioser Story

Cerita tentang skoliosisku, Dini, dan skolioser yang pernah aku temui, memang tidak akan pernah ada habisnya buat diceritakan. Sejak operasi setahun yang lalu, aku makin gemar melihat fisik orang yang aku temui. Kalau orang biasanya melihat seberapa seksi seorang cewek, atau seberapa keren seorang cowok, yang aku lihat bukan itu. Yang aku lihat, seberapa luruskah punggung mereka. Jadi jangan kaget, aku tahu siapa yang skoliosis dan yang tidak, tanpa mereka harus membuka baju. Aku sudah terlalu profesional untuk mengetahuinya. Sampai sekarang, sudah ada 8 skolioser yang aku temui di sekolah.

Salah satu teman skolioserku, Chandra, memberitahuku bahwa salah satu saudara pacarnya ada yang skoliosis, dan telah menjalani operasi. Tidak banyak pikir, aku dan Chandra langsung meluncur ke rumah sakit untuk menjenguknya. Agak sulit untuk akhirnya menemukan ruangan tempat dia dirawat. Yang kami tahu, namanya Lala'. Kami bahkan tidak tahu nama lengkapnya, alamatnya. Namun akhirnya, kami bisa menemukannya di ruang rawat mata. Sungguh sistem rumah sakit yang kurang begitu baik.

Namanya Lala'. Raudatul. Dia gadis kecil berumur 10 tahun, juvenile scoliosis dengan kemiringan 110 derajat. Kesan awal yang aku tangkap darinya adalah HEBAT.

Saat aku datang di kamar rawat inap yang terdiri dari 7 pasien dalam satu ruangan, bahkan ada pasien hydrocephalus, aku sangat kaget. Dia sudah berdiri tanpa menggunakan brace dan tidak nampak seperti pasien yang telah dioperasi, padahal baru 2 minggu dia menjalani operasi. Dia bahkan bisa membungkuk, menali sepatunya, dan bangun sendiri dari tempat tidurnya. Berbeda denganku, yang hingga hampir 2 bulan setelah operasi masih harus dibantu ke sana-ke mari.

Aku lalu bercerita panjang lebar dengan ibunya, Lala' tidak banyak bicara. Namun dari cerita ibunya, Bu Yuyun namanya, aku bisa tahu, Lala' gadis yang hebat. Bu Yuyun yang aku panggil Mbak Yuyun, memang pantas dipanggil "mbak" karena umurnya sama dengan kakak pertamaku. Dan umur Lala' sama dengan adik terakhirku.

Lala' masih harus menjalani 3-4 operasi lagi. Ruang jantung dan paru-parunya telah direbut oleh si skoli. Jantungnya sudah berpindah posisi. Paru-parunya sudah tidak berfungsi sebelah. Itu yang mengakibatkan Lala' mudah sesak napas saat merasa tertekan atau terkejut. Tapi aku salut, semangatnya untuk sembuh membuatku tidak habis pikir. Dengan keadaan keluarga yang dibilang kurang dari cukup, ibu yang masih sangat muda, dan operasi sebesar itu...mereka masih bersemangat untuk memperbaiki kualitas hidup.

Saat Mbak Yuyun mengatakan Lala' sempat minder dan menangis di sekolah, aku lalu mengatakan, "Ngga usah minder, Lal, aku dulu juga gitu kok...tapi percaya, ngga? Hasil riset dokterku mengatakan, rata-rata skolioser itu cerdas dan cantik, lho...percaya ngga?". Mbak Yuyun lalu bilang,"Iya dong, wong Lala' selalu juara di sekolah kok ya...bener kata Mbak Dina tuh Lal, kamu kan spesial...".

Besoknya, aku mengajak teman skolioser lagi, si Titis, yang satu sekolah denganku. Aku berjalan kaki dari sekolah ke rumah sakit sambil bercerita banyak dengan Titis. Dari yang mulai awal Titis merawat skolinya sampai cita-cita kami untuk memajukan kesadaran akan skoliosis di Malang. Semoga mimpi kami bisa terwujud kelak, kami tidak akan lelah bermimpi.

Aku lalu meminjami Lala' semua buku tentang skoliosis yang aku punya. Ini hobiku, berbagi buku dengan para skolioser. Dan hari itu pula, Lala' sudah boleh pulang, dan akan kembali ke RS untuk operasi kedua, 2 bulan lagi.

Hari Minggu sepulang pengajian rutin, aku mengajak bapak, Ibu, dan Dini berkenalan dengan Lala' dan Mbak Yuyun. Rumahnya jauh sekali, di pinggiran Malang, tepatnya di kabupaten, di Tumpang. Tidak sulit menemukan rumahnya, karena terletak di pinggir jalan. Lala' sudah berdandan cantik. Kami semua berbagi cerita ke sana-ke mari. Dan itulah hal yang paling menyenangkan. Berbagi.

Aku tidak akan bosan untuk berbagi, ini sudah janjiku. Janji seorang gadis yang tidak sempurna, yang tidak sedang mencari teman senasib karena sakit. Karena skoliosis bukan penyakit. Bukan mencari teman yang sama-sama penderita skoliosis, karena skoliosis bukan penderitaan. Tapi dia teman, dan salah satu cita-citaku bersama Dini, Chandra, Titis, dan teman-teman yang lain adalah memajukan komunitas skolioser di Malang di bawah Masyarakat Skoliosis Indonesia.

Oh iya, bahkan, para skolioser di Malang kesadarannya sudah mulai tumbuh, lhoh. Beberapa hari yang lalu, ada orang tua dari salah satu skolioser yang datang ke rumahku. Menyenangkan sekali bisa berbagi seperti ini. Dan aku tidak pernah bosan. Once scoliosis, forever scoliosis. I'm scolioser and I'm proud to be scolioser :-)

Pada Suatu Hari

Kamis, 8 Maret 2012

Hujan bukan alasan kami tidak sekolah. Bahkan di hujan yang sederas itu dan angin seganas itu pun, di kelas kami hanya 1 orang saja yang absen. Ini untuk pertama kalinya aku sampai di sekolah terlambat. Jam setengah 8. Berharap mendapatkan rompi "Aku Siap Disiplin", ehhhh ternyata ada toleransi buat hari ini.

Dan inilah keadaan kelas kami hari ini...


Yang berwarna ungu itu payungku.

Bisa dibayangkan bukan, bau seperti apa yang campur aduk di sini. Saat ke luar kelas, suasananya sejuk seperti kulkas. Saat masuk lagi ke kelas...jangan ditanya. Semua guru mungkin menahan penyiksaan ini demi seni indah ini. Dan semua berakhir ketika Bu Lilik akhirnya memaksa Demac, ketua kelas kami, untuk menurunkan benda-benda yang lebih mirip dagangan di pasar loak itu.

Aku akan merindukan saat SMA yang seperti ini.

Mas Arba's Birthday

Aku dan teman-teman dekatku memang selalu memberi apresiasi lebih pada hari-hari spesialnya orang-orang spesial. Nah, kali ini Mas Arba, owner Volare Photography, yang bakalan bantu kita nyelesain year book tahun ini, berulang tahun ke 22, tanggal 26 Februari kemarin.

Berhubung baru bisa ketemu pas ada rapat panitia tanggal 27, aku dan Shela dadakan banget ke toko kue, beli tart dengan lilin angka 2. Kenapa 2? Biar lebih muda gitu, haha, alesan banget. Basically, itu doa biar awet muda lhoh, mas.

Kita akuin kita bukan perfect surprise maker, jadinya, rencana yang udah dibikin jadi sedikit "acakadut". Yang Shela pura-pura tasnya ilang dan di dalemnya ada laptop yang isinya proyek kita-lah. Yang salah satu kelas minta foto ulang-lah. Yang dananya masih banyak yang ga mau bayar-lah. Intinya Mas Arba sampe sumpek banget waktu itu. Akhirnya dia ke luar bentar buat ngerokok. Setidaknya walaupun banyak banget akting yang missing antara aku sama Shela, tapi cukup bikin Mas Arba pusing sih, hehe.

Pas Mas Arba balik, aku, Shela, Kukrik, Gigi, langsung nyanyi lagu klasik Happy Birthday, dan Mas Arba langsung ke luar lagi trus balik ke dalem lagi seakan ngga percaya, haha. Dia bilang, "Aduh...kok gini segala...aduh, aku speechless...terakir dikasi kue kapan, ya? Haha...aduh, dirayain sama anak SMA".

Friday, March 09, 2012

Robot

"Dina, bego banget sih kamu masih aja nungguin hal yang ga perlu buat ditungguin. Udah deh, move on, bego, move on!".

Engga, aku ngga bisa. Engga segampang itu. Mungkin hari ini aku bilang lepas. Besok balik lagi. Besoknya lagi pergi. Dan besoknya lagi, dialognya sudah bisa ditebak. Lagi.

Apa sih yang bikin aku jadi robot gini? Semua-semua kamu. Namamu. Fotomu. Semua meja di sekolah yang pernah aku tempati, selalu aku tuliskan inisial namamu di situ. Semua bukuku. Kamarku. Tanganku. Aku disetir. Disetir sesuatu. Aku benar-benar dikendalikan sesuatu. Aku, aku...aku... Iya. Aku pernah bilang. Aku apa katamu. Aku benar-benar bukan Dina lagi. Karena isiku cuman kamu. Bodoh!

Aku bersyukur, setelah 5 bulan menunggu sesuatu yang tidak perlu ditunggu, akhirnya aku bisa lega. Lega melupakan kamu. Tanpa harus diminta lagi. Lega tanpa harus berurai air mata lagi. Atau mungkin memang sudah habis. Terima kasih telah menggantikan tempatku dengan dia yang baru. Itu membuatku lebih lega. Aku ternyata memang bukan layang-layang. Menyenangkan sekali. Aku sekarang burung. Terbang tanpa diikat. Dan bukan robot. Karena aku sudah lepas dari semua kabel yang menyetir otakku.

Aku kini Dina lagi! Aku bisa bergerak sendiri!


Foto robot ke-49 yang aku gambar di Laboratorium Biologi sekolah.

Aku tidak bisa memikirkan apa pun. Tapi hari ini aku menangis tanpa air mata. Berat sekali memang. Tapi aku lega. Aku bisa konsen ujian sekarang. Tanpa memikirkan apa katamu saat itu, saat kamu bilang, "Tunggu aku habis UNAS," atau kata-kata yang lain lagi. Aku sudah tidak mau percaya, karena aku lelah percaya.

Jagain dia buat aku. Siapa pun kamu :-)

...dan usai tangis ini aku kan berjanji. Untuk diam, duduk di tempatku. Menanti seorang yang biasa saja. Segelas air di tangannya kala ku terbaring sakit. Yang sudi dekat mendekap tanganku, mencari teduhnya dalam mataku. Dan berbisik, "Selamat tidur, tak usah bermimpi bersamaku". Wahai Tuhan...jangan bilang lagi itu terlalu tinggi.

(Curhat Buat Sahabat-Dewi Lestari)

Cukup sesingkat ini rasa itu: