Followers

Friday, April 24, 2020

Sesosok Punggung yang Termenung Usai Subuh

Aku temui langit fajar usai zikir selepas subuh di teras bersama embusan embun pagi. Ada sebuah pesan yang hendak disampaikan Sang Khalik melalui dedaunan yang sengaja ia gerakkan, cuitan burung, dan sekelompok awan bersama sinar mentari yang menyelinap mengintip. Selamat datang di bulan suci, kata mereka. Akan tetapi ada yang berbeda pada Sang Bulan Suci kali ini.

Terbentuk sebuah siluet dari sesosok punggung yang 'ku cintai. Yang sedang menikmati lantunan Quran dari udara yang dialirkan oleh pengeras suara dari surau di permukiman kami. Yang terbangkit usai menceritakan kenangannya bersama seorang adik yatim di depan rumah yang tak pernah absen mengajaknya balapan lari selepas memanjatkan doa di surau dekat sini. Ia juga kisahkan bagaimana adik itu selalu memanjatkan doa seusai salat dengan khusyuk sampai membuatnya ingin tahu doa macam apa yang sedang ia langitkan kepada Sang Khalik. 


Hati istri mana yang tidak terusik, mendengar nada suara yang biasanya gagah itu kemudian melemah berpasrah merindu seolah merintih. Aku tahu kerinduan macam apa yang sedang berkecamuk di dada itu. Kerinduan akan candu suasana Ramadan yang seharusnya bisa ia nikmati bersamaku sebagai pengalaman baru. Malam pertama dan pagi pertama Ramadan ini memang begitu syahdu. Bersama dengan itu, aku haturkan maaf yang sebesar-besarnya untuk kedatanganku yang tidak bisa sama dengan cerita pengantin baru pada umumnya. "Aku dan kamu menjadi kita" ketika dunia sedang dilanda ujian. Maafkan aku atas tidak adanya berjalan bersama menuju surau itu untuk tarawih dan berkenalan dengan anak laki-laki yang mengajakmu balapan lari. Maafkan aku atas tidak akan adanya berjalan bersama mencari takjil di sore hari. Maafkan aku bahkan mungkin Idul Fitri kali ini tidak akan ada lapangan luas dengan berbagai pedagang penjual balon yang menanti anak-anak kecil merengek memohon kepada ibu mereka sebagai hadiah atas sebulan penuh menahan lapar.

Maafkan aku karena aku harus menemanimu ketika Ramadan tak lagi sama.

Aku tidak akan letih untuk bermunajat agar Ramadan tahun depan bisa menjawab kerinduanmu akan candu suasananya. Aku tidak akan letih untuk bermunajat seperti halnya Ramadan lalu aku bermunajat agar Ramadan ini "aku dan kamu menjadi kita".

Semoga dunia yang sedang dipuasakan ini bisa meraih fitri segera.

"Taqobbalallahu minna wa minkum taqobbal ya kariim". Terdengar lantunan penutup tadarus pagi yang sekaligus menutup resahku pagi ini.

Selamat ber-Ramadan dari rumah masing-masing.