Followers

Wednesday, July 20, 2016

#Thailand 3: Trip to The Pirates Park

Happy short holiday, buat saya sendiri, hehe. Awalnya saya sedikit iri dengan teman-teman satu pengabdian dengan saya yang ditempatkan di sekolah pondok. Rata-rata libur lebaran mereka 20 hari, yaitu mulai H-10 lebaran dan H+10 lebaran. Sedangkan yang ditempatkan di sekolah kerajaan seperti saya ini hanya mendapat libur tiga hari, yakni H-1 sampai H+2 lebaran saja. Kebetulan, H+3 lebaran adalah hari Sabtu, jadi total liburan lima hari saja

Tapi, Allah memberi rezeki lain. Karena di sekolah kerajaan macam sekolah saya ini tidak hanya dihuni oleh warga sekolah yang muslim, kami ikut libur kerajaan juga tiap ada hari besar Buddha. Tanggal 19 Juli 2016 adalah hari Asalha Puja 2560 dan 20 Juli 2016 adalah hari Masuk Vassa 2560. Hari itu jatuh pada hari Selasa dan Rabu. Seperti di Indonesia, di sini mengenal ‘hari kecepit’ juga, lhoh, hihi. Maka, Senin diliburkan juga. Alhasil, karena sekolah saya libur tiap Sabtu dan Minggu, saya libur deh mulai Sabtu sampai Rabu ini.

Awalnya saya bingung mau ngapain lima hari ini. Eh, ndilalah, alhamdulillah guru sekolah kami mengajak saya untuk berlibur bersama murid-murid yang tergabung bersama kelompok nasyid sekolah, bernama kumpulan Sumayah. Kami akan pergi ke sebuah waterpark di Provinsi Suratthani, 10 jam dari Narathiwat. Saya diberi briefing beberapa hari sebelumnya, mengingat lokasi cukup jauh dari sekolah kami. Kami akan bepergian selama tiga hari dua malam. Konsep bepergiannya adalah hemat tapi senang. Haha.

Yang perlu dipersiapkan adalah bantal (karena kami akan cukup lama berada di dalam mobil, selain itu, bisa untuk bantal tambahan ketika tidur di hotel), alat makan dan alat masak portable (karena kami akan memasak sarapan sendiri supaya hemat), baju ganti, baju untuk masuk air, dan tidak lupa uang saku.

Untuk para perantau seperti saya ini masalah uang saku harus sangat diperhitungkan, mengingat kami jauh dari rumah. Alhamdulillah, karena saya diajak, saya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk bensin mobil sekolah, sewa kamar hotel, dan tiket masuk ke waterpark. Saya hanya perlu membawa uang pribadi untuk makan di kedai atau jajan di Seven Eleven selama perjalanan. Hihi.

Tapi, tetap saya harus menginfokan agar teman-teman yang mungkin ingin mencoba wisata ke daerah Suratthani dari Narathiwat agar tahu berapa biaya yang harus disiapkan. Selama perjalanan pulang-pergi, saya melihat nominal di pompa bensin yang harus dikeluarkan untuk menghidupi mobil van Toyota Hiace milik sekolah. Yang saya lihat, selama saya melek, kami berhenti di tiga pompa bensin. Total nominal yang dikeluarkan sebesar 3000 Baht (atau sekitar Rp 1.122.000). Info saja, bensin di sini lebih mahal dari di Indonesia. Satu liternya sekitar Rp 10.000. Untuk biaya lainnya, akan saya ceritakan lebih rinci di paragraf-paragraf selanjutnya.

Lanjooot. Kami berangkat hari Minggu pukul 5 sore dari sekolah, total 15 orang yang terdiri dari guru, siswa, dan anak guru. Sebenarnya, mobil van sekolah kami berkapasitas 13 orang saja, namun tidak papalah disempilin kucil-kucil yang duduk di bawah lantai van dengan selimut dan bantal, hehe. Awal berangkat, kami mampir Seven Eleven dulu. Orang sini biasa sebut Sewen. Hati-hati kalau sudah masuk Sewen. Bisa kalap dan beli macem-macem. Termasuk saya nih. Suka banget beli daging asap pedas yang dihangatkan di microwave dan dimasukkan dalam roti tawar. Belum-belum sudah mengeluarkan uang 66 Baht atau sekitar Rp 25.000. Nominal yang lumayan banget karena selama perjalanan kami berhenti di sekitar 4-5 Sewen. Bisa dibayangkan total uang yang dikeluarkan untuk cemilan saja berapa. Haha.

Ngasuh anak dulu, ya...hahaha

Kami berhenti sebentar untuk makan dan solat jama’ maghrib-isya di sebuah pompa bensin di daerah Pattani sekitar pukul 8. Pompa bensin di sini lengkap. Hampir semua pompa bensin di 3 wilayah selatan, mempunyai fasilitas masjid (yang terpisah antara perempuan dan laki-laki), minimarket (bisa Seven Eleven, bisa juga yang lain), dan pujasera. Bahkan, beberapa pompa bensin juga berjajar pertokoan yang menjual baju, pulsa, hingga oleh-oleh.

Saya makan Nea Daeng (daging bumbu merah) seharga 40 Baht atau sekitar Rp 15.000 dan Cha Yen (es teh tarik) seharga 20 Baht atau sekitar Rp 8.000. Lebih mahal dari Nea Daeng di dekat rumah sewa saya yang hanya 35 Baht dan Cha Yen yang hanya 10 Baht. Semua menu di sini alhamdulillah halal, karena semua penjualnya muslim (ditandai dengan penjualnya berjilbab, bersongkok, atau memberi label halal pada plang nama kedai). Di 3 wilayah selatan ini tidak sulit mencari makanan halal karena mayoritas penduduknya orang muslim. Yang saya sayangkan, semua menu ditulis dalam bahasa Thai tanpa penjelasan. Hanya beberapa saja yang menyertakan gambar. Untuk saran saja, bila takut diburu waktu, pesan saja makanan yang prasmanan dan tinggal pilih. Kebetulan waktu itu saya kurang sreg sama menu yang sudah matang. Saya pesan Nea Daeng karena cari aman, walaupun lumayan lama masaknya. Saya menggunakan bahasa Melayu campur Thai sederhana karena penjual mengajak saya berbahasa Thailand. Awalnya sempat missed-com dengan penjual karena teman saya pesan makanan tapi dia batalkan dan lupa konfirmasi. Akhirnya saya yang kena sengit penjual, ditambah lagi bahasa saya kacau, ia nampak sangat tidak ramah. Hehe...untuk pelajaran saja, hati-hati saat berbahasa di negeri orang. Jangan mengeluarkan kata-kata yang berpotensi menimbulkan missed-com. Pakailah bahasa semampu kita saat bertransaksi, asal jelas dan tegas.

Usai makan, kami lanjutkan perjalanan. Berhubung sudah terlalu malam dan guru yang menyetir sudah sangat mengantuk, kami sewa hotel di daerah Nakhon Si Tammarat pukul 1 malam. Kalau untuk hotel, kebetulan saya sengaja ngga nanya ke guru sekolah harganya berapa, karena sedikit sungkan. Hehehe. Tapi, untuk gambaran saja, kami menginap di hotel berbeda selama dua malam. Yang pertama di daerah Nakhon Si Tammarat saat berangkat ini dan saat pulang di Hatyai (Songkhla). Hotel pertama memiliki satu kasur dengan kapasitas 2-3 orang, kamar mandi dalam tanpa pemanas air, TV, dan kipas angin. Sedangkan hotel kedua sedikit lebih bagus (karena terpaksa akibat suatu hal), ada kamar mandi dalam dengan pemanas air dan WC duduk, AC, TV, parkiran mobil per kamar, dan kasur yang bisa dibagi dua, jadi kapasitas 4-5 orang. Dulu, saya sempat bermalam di sebuah hotel sederhana di daerah Pattani dengan fasilitas kasur yang bisa dibagi dua, kipas angin, TV, kamar mandi dalam tanpa pemanas seharga 360 Baht per malam atau sekitar Rp 140.000. Relatif murah.

Kami hanya menyewa 3 kamar saja. Di kamar saya, saya tidur berenam. Otomatis, harus ada yang tidur di lantai dengan selimut dan bantal yang dibawa sendiri. Paginya, kami harus segera bersiap, karena jarak Nakhon ke Suratthani masih sekitar 2 jam lagi. Sebelum berangkat, kami piknik bersama di parkiran mobil. Kami masak telur dengan kompor gas portable dan sardin kaleng yang dibeli di Sewen. FYI, makanan di dalam tempat wisata relatif mahal, jadi kami membuat makanan sendiri. Sederhana tapi hangat, hihi.


Yang kayak gini ini lho yang nanti bakal dikangenin kalau udah balik ke Indonesia :'D

Setelah check out hotel, kami lanjutkan perjalanan ke Suratthani (dengan skenario mampir Sewen yang ga pernah ketinggalan). Kami sampai di waterpark pukul 10.15. Tidak terlambat karena ia baru buka pukul 10. Tempat ini bernama The Pirates Park, di daerah Wat Pradu. Harga tiket masuknya 250 Baht untuk dewasa dan 150 Baht untuk anak-anak. Sekitar Rp 95.000 dan Rp 56.000. Hampir sama dengan waterpark yang ada di Indonesia. Waktu itu, saya lihat guru sekolah saya mengeluarkan print-print-an semacam promo untuk tiket masuk. Saya juga kurang tahu, sekali lagi karena saya ditraktir, hehe.

Saya suka tempat ini menyediakan segala macam petunjuk menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Thai dan bahasa Inggris. Ini mempermudah para turis asing seperti saya yang buta aksara Thai. Namun, sayang sekali, petugas di depan tidak bisa berbahasa Inggris, sehingga waktu dia ajak saya berbicara, saya hanya bisa senyum sambil mengangguk dan dia tampak bingung. Padahal saya sudah mengucapkan “Chan ma jak Indonesia, put pasa Thai mai dai”, atau saya orang Indonesia dan tidak bisa berbahasa Thai. Ternyata saat itu dia minta tangan saya distempel tanda masuk, hehehehe.

Seperti lazimnya tempat wisata, kami dilarang membawa makanan dari luar. Tapi, seperti lazimnya juga sebuah tempat wisata yang kurang ketat, kalau kami selipkan snack  di dalam tumpukan baju kami, tidak akan ketahuan, hihi. Ini salah satu trik agar tidak kelaparan setelah main wahana. Karena, harga makanan di dalam waterpark relatif mahal (untuk para perantau).

Ada banyak kolam di dalam waterpark. Ada kolam untuk anak-anak, kolam untuk seluncuran, dan kolam-kolam untuk permainan tantangan semacam acara Benteng Takeshi, mulai dari yang mudah hingga sulit. Saya adalah tipe orang yang takut air, walaupun saya Aquarian, hehe. Saya hanya berani mencoba wahana yang tidak terlalu dalam kolamnya, agar kalau saya jatuh, saya tidak tenggelam, haha. Itu pun, saat saya jatuh, saya curang, ngerepotin murid-murid buat ngangkat saya dari atas wahana, hihi.


Sumber foto: chillpainai.com

Kalau di kolam yang dalam, kami semua diwajibkan pakai pelampung. Sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan di sini, karena selain ada pelampung, ada life guard yang selalu memantau tiap pengunjung dan membantu para pengunjung yang terjatuh saat kurang berhasil melewati tantangan wahana. Tapi, saya memang dasarnya pengecut sama air, jadi saya pura-pura jaga anak guru yang ngga bisa berenang aja waktu itu, sama pura-pura basah biar keliatan menghargai udah ditraktir, wkwkwk.



Saya mencoba seluncuran dua kali dan coba manjat-manjat. Tapi, saya lupa kalau kaki kiri saya memang sedikit bermasalah dalam motoriknya akibat skoliosis. Sempat keram di tengah wahana dan ga bisa manjat, hahahah. Tapi seru, saya bisa teriak-teriak melepas penat :D



Oh iya, untuk tips saja, saya sempat terpeleset karena kaki saya licin bekas sunblock. Jadi, pakai sunblock-nya agak lama sebelum sampai air saja, agar tidak licin. Sunblock wajib banget dipakai di sini, karena panasnya ngga lumrah. Selain pengap, menyengat juga. Saya menghitam pulang dari sini, hihi.

Selain wahana, di sini banyak banget spot foto yang instagramable. Namun, berhubung saya tidak membawa fotografer favorit saya (baca: pacar), saya melewatkan ke-instagramable-an ini, hehe. Jadi, minta tolong sekedarnya sama murid atau salah satu guru, hihi.


Usai main air, kami harus segera mandi karena lapar sudah menyerang. Tidak kerasa kami main air sampai pukul 1 siang. Kamar mandi di sini banyak dan tidak perlu antre. Tempat rias pun disediakan, dilengkapi dengan hair dryer. Namun, lucunya, di sini tidak kami jumpai shower atau minimal gayung dan ember untuk mandi. Hanya ada WC dan penyiramnya. Saya mencari-cari apakah memang WC dan tempat mandi dipisah, ternyata tidak. Hanya ada itu saja. Terpaksa saya mandi menggunakan penyiram WC, hahaha. Butuh keahlian khusus keramas pakai penyiram WC. Mungkin, karena tempat ini baru, tempat mandi belum selesai dibuat atau bagaimana, saya juga kurang tahu :D.


Bahkan di kamar mandi pun nemu aja barang yang bisa cute kalau difoto, haha. Ga penting :D

Setelah semua beres, kami meninggalkan waterpark sekitar pukul 2 siang, untuk mencari makan siang di luar dan melanjutkan wisata ke tempat berikutnya yang akan saya ceritakan di post selanjutnya. Well, itu tadi cerita saya tentang liburan di The Pirates Park, Suratthani. Semoga sedikit info ini bermanfaat buat teman-teman yang lagi berada di Thailand Selatan atau yang mau pergi ke Thailand Selatan. Sekali lagi, happy short holiday!


Baca tulisan saya tentang Thailand yang dimuat di media Citizen Reporter Harian Surya di sini.