Followers

Friday, November 07, 2014

Untitled


Dear, My Dearest Day and Night: Allah

Allah, Allah, Allah
Aku tidak tahu, mengapa aku sesedih ini
Sedih di kala semua kira aku orang paling bahagia
Paling beruntung

Iya, cover-nya dikemas demikian
Tapi, aku hancur, Allah...

Aku tidak lagi menemukan bahu untuk bersandar, sungguh
Aku tidak lagi menemukan lengan untuk memeluk
Aku kedinginan di sini tanpa sweater, tanpa syal

Aku tidak lagi bisa didengar
Aku robot tidak bermesin

Allah, semua terasa sedang tidak pada tempatnya
Aku ingin menangis, bercerita, dan didengar

Tidak hanya oleh-Mu, Allah.
Kirimkan aku perwujudan kasih sayang-Mu yang sempat aku anggap semu

Buktikan bahwa aku tidak salah memilih-Mu sebagai Tuhan
Kirimkan aku satu, satu saja lengan-Mu yang hangat itu
dan bahu-Mu yang nyaman itu

Aku ingin merasa aman...kirimkan aku satu, Allah...

Aku sendirian...

Tidak berkawan.

Wednesday, November 05, 2014

Gombal Mukiyo*

“Aku selalu tunggu-tunggu. Tapi, sampai detik ini kamu ga pernah ngajak aku salaman. Bahkan berpamitan ketika akan pulang pun tidak,” Moon berkata pada Rose.


“Berpamitan ibarat memohon izin untuk berpisah dan tidak tahu kapan akan kembali lagi. Denganmu, aku tidak akan pernah ingin berpamitan,” jawab Rose.

______________________________________________________________________________

Heran

Aku sudah mencapai titik di mana aku bahkan tidak bisa lagi membaca hati sendiri. Kamu yang aku janjikan untuk tidak aku bahas-bahas lagi dalam setiap tulisanku, seakan disambar petir dan berubah menjadi spesies baru yang benar-benar membuat tanganku sangat gatal untuk tidak menuliskanmu dalam alur ceritaku.

Matamu adalah medan paling terjal yang pernah aku daki. Aku terpeleset lagi. Aku terjun bebas. Lagi.

Untuk seseorang yang ternyata terus terpatri dalam hati

Harah

Setiap pengguna kendaraan bermotor yang hendak ke luar gerbang kampusku harus menunjukkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Aku adalah salah satu mahasiswa yang sudah dihapal oleh beberapa satpam di gerbang utama. Bahkan pernah aku diberi kue dan es kelapa muda oleh salah satu satpam karena dia hapal denganku. Pernah suatu ketika saat aku akan keluar gerbang kampus, beberapa satpam yang hapal denganku tidak menahanku untuk diperiksa STNK-nya.

“Wis mbak, langsung ae sampeyan...wis apal1,” kata salah seorang satpam waktu aku akan mengeluarkan STNK dari saku belakang celanaku.

Masih ada lagi di hari yang berbeda.

“Wis, langsung ae, mbak2,” kata seorang satpam sambil senyum kepadaku.

“Lho, opo’o se mas, aku ate ngetokno STNK ngga oleh a3?” jawabku tidak terima.

“Wis, ga usah. Wong sampeyan ayu, manis pisan. Langsung ae wis...4timpal salah seorang satpam sambil tertawa kepadaku.

“Lho mas, sing genah a. Wong ayu dan manis iso lho dadi maling, harah...5kataku sedikit jutek sambil berlalu meninggalkan gerbang.

_____________________________________________________________________________

1) “Udah mbak, langsung aja sampeyan (sebutan dalam bahasa Jawa untuk menghormati seseorang)...sudah hapal,”
2) “Udah, langsung saja, mbak,”
3) “Lho,kenapa sih mas, aku mau ngluarin STNK ngga boleh, ya?”
4) “Udah, ngga perlu. Orang sampeyan cantik, manis pula. Langsung saja deh...”
5) “Lho mas, yang bener dong. Orang cantik dan manis bisa lho jadi maling, hayo...”

Kisah Pohon dan Angin: Mengeluh

14.42 WIB
Dalam keadaan penat dan lapar luar biasa.

Siang ini, tiba-tiba aku merasakan udara di dalam paru-paruku penuh sesak dengan tumpukan kata-kata yang melewati telinga atau bahkan terbaca mata, yang tadinya ingin aku sapu dengan tongkat sihir yang aku punya. Tapi kok siang ini, tiba-tiba dia kembali merajamku dengan seribu kesakitan tiada terperi yang menuntunku untuk menggerakkan tangan di atas keyboard baruku ini. Ya. Bapak baik sekali, aku dibelikan mainan baru. Bapak tahu aku suka berbicara dengan huruf-huruf di atas keyboard seperti saat ini.

Awalnya satu kalimat tajam itu masuk ke telingaku. Aku sudah membuangnya. Kedua kali kalimat tajam itu masuk, telingaku sudah aku tutup rapat dengan dua tanganku. Ketiga kalinya, kalimat itu masuk ke tubuhku melalui tempat yang lain. Dia menghujam mataku dan aku terlanjur membacanya. Aku tutup mataku. Keempat kalinya, kalimat itu datang lagi dan entah...aku ingin menangis, tapi aku tidak menemukan bahu untuk bersandar.

Ya Allah yang mahapengasih, aku sudah berjanji untuk mengurangi sifat kekanak-kanakanku: mengeluh. Tapi, hari ini izinkan aku mengeluh lewat tulisan ini...karena aku tidak menemukan bahu untuk bersandar dan tidak bisa mensujudkan tubuhku menghadap barat. Aku benar-benar ingin menangis karena aku sudah cukup kesakitan melarang air mata ini keluar.

Ya Allah yang mahamendengar, aku sungguh kedinginan sendirian di sini. Aku tidak menemukan di mana aku yang sebenarnya akhir-akhir ini. Aku merasa tubuhku disusun oleh ekspektasi, persepsi, citra, ambisi, tanggung jawab, kepercayaan, dan tuntutan dari orang-orang di luar sana.

Seenaknya saja mereka menempelkan semua itu ke dalam tubuhku dan seenaknya saja mereka menghembuskan angin kencang dan semakin kencang seiring laju batangku ke atas. Bukannya angin dan pohon tidak boleh bertengkar, angin membantu pohon tumbuh dengan menebarkan sari-sarinya ke udara dan menempel ke putik yang lain. Apakah angin juga tidak merasakan bahwa pohon membuatnya terlihat dengan goyangan daunnya yang menari lembut, sehingga orang bisa menyadari bahwa angin ada?

Kenapa sampai ada istilah semakin tinggi pohon, semakin kencang angin bertiup? Harusnya tidak ada, kan?

Hmmmm...

Inhale...

Exhale...

Di paragraf ini, tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu. Untuk apa aku menuliskan kalimat-kalimat di atas. Aku bukan perempuan lemah!

Mereka memberiku kepercayaan besar sampai detik ini, karena mereka yakin aku bisa dan aku tidak boleh mengeluh. Jika aku mengeluh, itu hanya karena aku tidak yakin bisa menghadapinya sendirian. 

Yang harus dilakukan sekarang, aku akan tetap menjadi pohon yang kuat. Tidak peduli seberapa besar angin yang menghantam. Aku adalah pohon yang tidak bisa dirobohkan oleh angin seperti mereka. Bismillah.

Oh iya, jika ada angin-angin nakal yang mengganggu lagi, mungkin aku bisa meminjam beberapa kata dari lirik lagunya Mocca. Excuse me, Sir (Maam), you don’t even know me.



Ditulis di Miami Chicken (tempat cari gratisan Wi-Fi paling murah dan letaknya paling dekat dengan kampus. Cocok untuk menyendiri, walaupun menunya biasa saja. Terima kasih, Miami. )