Followers

Showing posts with label friends. Show all posts
Showing posts with label friends. Show all posts

Tuesday, August 12, 2014

Sebuah Percakapan di Lantai Dua

15 Juli 2014

Hari ini tentunya spesial, karena aku akan bertemu dengan dua orang teman lamaku, Sundari dan Vindy (yang pernah aku ceritakan di sini). Formasi ini harusnya lengkap bila ditambah Mymo, tapi dia sudah pulang ke kampung halamannya di Blitar, jadi kami hanya akan bertemu bertiga.

Aku yang sedari pagi sudah di kampus karena ada urusan organisasi, memutuskan untuk tidak pulang dulu karena memang jarak dari pusat kota ke rumah cukup jauh dan cukup melelahkan bila ditempuh dalam keadaan dahaga luar biasa di tengah puasa. Aku memilih menunggu datangnya sore di masjid di dalam kampus sambil sesekali membaca beberapa ayat di Quran For Android-ku yang terlalu kecil dan malah membuat sakit mata. Setelah ashar, aku segera berangkat ke salah satu tempat makan favoritku, Warung Steak and Shake di Landungsari, bukan di pusat kota.

Aku bersemangat sekali datang setengah jam sebelum jam perjanjian. Aku pelanggan pertama yang datang ke sini, bahkan sebelum para pelayannya briefing. Kami memilih untuk makan di sini di saat sedang menjamurnya kafe baru di Malang yang sudah tidak terhitung jumlahnya, karena kami tahu kalau tempat ini pasti tidak terlalu ramai dan enak untuk ngobrol. Lagi pula, kami rasa makanan di sini rasanya lebih ngangenin daripada di kafe-kafe baru yang cuma bagus untuk berfoto.

Aku memilih duduk di pinggir balkon lantai atas, karena cahayanya bagus. Setelah setengah jam menunggu, akhirnya Vindy dan Sundari datang bersamaan. Mereka tidak berubah, tetap apa adanya seperti dulu. Kami lalu berpelukan dan bersalaman melepas kangen masing-masing, tapi aku menolak dipeluk karena aku belum mandi sore, dan mereka menertawakan kebiasaan burukku, hehe.

Here we are: Sundari, Vindy, dan aku (yang belum sempat mandi)


Setelah berfoto, kami lalu memutuskan pindah ke tempat lesehan di pojok yang lebih terlihat hangat dan mejanya lebih besar. Kami memesan menu sebentar, lalu meletakkan hape masing-masing tanpa komando, ini hebatnya. Seperti yang sudah pernah aku bilang, bahwa quality time yang sejati tidak butuh orang-orang berhadapan yang saling memegang handphone. Sesekali kami hanya melirik jam untuk tahu apakah waktu berbuka sudah tiba,

Ritual dimulai. Diawali dengan Vindy yang bercerita tentang kisahnya. Aku menyusul. Sundari sengaja menolak untuk menceritakan kisahnya duluan, dia pilih belakangan. Topik yang kami bicarakan awalnya bukan soal cinta. Tapi, kami sudah cukup dewasa rupanya. Percakapan kami ujung-ujungnya berujung membicarakan cinta juga. 

Setelah aku dan Vindy selesai bercerita, Sundari hanya tertawa kecil. Lalu dia tidak banyak bersolusi seperti biasanya. Dia mengatakan hal yang membuat kami sedikit menekuk dahi. Dia hanya bilang, "Udah, udah selesai kan, ceritanya? Sekarang coba buka Twitter, buka @hitmansystem. Baca favoritnya."

Aku dan Vindy yang penasaran, langsung buru-buru membuka akun tersebut. Kami lalu membaca favoritnya, alhasil kami merasa sedang dipukuli oleh sejuta retorika yang sedikit mengejutkan soal cinta. 
"Gila...aku ngerasa kayak di-keplak banget", kataku setelah membaca apa yang tertulis di sana.

"Jadi gini, rek. Tau ngga kenapa daritadi aku diem aja nunggu kalian selesai cerita? Karena aku sudah mengalami fase itu. Aku sekarang wis jarang galau semenjak baca saran-saran dari akun itu. Kuncinya satu, kita mau berubah apa engga. Kita berani di-keplak apa engga," Sundari akhirnya bicara agak panjang.

Lalu kami melanjutkan membaca favorite tweets dari si Hitman System ini. Bener-bener akun ini secara gamblang membuatku melek sedikit soal permasalahan sepele yang sedang puncak-puncaknya menggandoli otakku akhir-akhir ini. 

"Sun, kata Hitman System, kalo sekarang ini udah ngga zaman ya namanya cewek itu nunggu. Nah trus, masa aku kudu agresif ngedeketin cowok duluan?" tanyaku polos.

"Kalo kamu ngerasa kamu pede dan layak mendapatkan cowok yang kamu suka itu, kenapa engga? Kalo kamu ga berani deketin duluan, berarti kamu ngga pede, kan?" jawab Sundari.

"Iya sih...tapi si cowok kalo aku chat, jawabannya cuek gitu. Suka singkat-singkat. Malu dong aku ngejar duluan..." aku tetap mencari pembelaan.

"Balikin ke diri kamu sendiri. Kalo ada cowok yang nge-chat kamu dan kamu balesnya singkat-singkat, artinya apa?" kata Sundari dengan sabar.

"Maksudnya?" aku masih ngga mudeng.

"Apa yang pengen kamu sampaikan ke si cowok itu dengan caramu bales yang singkat-singkat kayak gitu?" Sundari memperjelas.

"Ya...aku ngga suka sama cowok itu..." jawabku masih polos.

"Sekarang dibalik. Kalo kamu nge-chat cowok dan dia balesnya singkat-singkat?"

"Cowok itu ga suka aku," aku sedikit tercengang.

"Nah! Simple!" Sundari lega aku akhirnya mudeng.

Aku dan Vindy langsung terkesima dengan kata-kata simple Sundari yang seolah membangunkanku dari tidur panjangku. Kami lalu menertawakan kebodohan masing-masing. Iya, kami bodoh selama ini. Bodoh.

"Gini deh intinya. Cinta itu dibikin simple aja. Kalau kamu masih merasa ada yang salah sama cinta, kalo kamu masih ngerasa kesiksa dengan cinta, coba deh introspeksi. Yang salah cintanya, atau kamunya? Percuma sebenernya kamu curhat sana-sini, dapet solusi ini-itu, baca tweets Hitman System juga kalo kamu sendiri ga mau berubah," tambah Sundari.

"Iya Sun, aku baru sadar aku bodoh banget ya... Kayaknya emang ada yang salah sama aku, bukan sama cowok-cowok yang ngedeketin aku. Buktinya, sekarang kamu, Vindy, sama Mymo udah punya pacar semua. Aku masih jomblo aja. Aku kudu introspeksi ini," aku mulai melek.

"Gini deh, sekarang kamu ga dapet-dapet pacar kenapa? Yang deketin kamu ga ada?" tanya Sundari heran.

"Banyak sih..." jawabku.

"Kamu kebanyakan milih juga kali, Din..." akhirnya Vindy berbicara juga.

"Nah! Mungkin kamu jomblo juga selain kamu masih stuck sama satu orang yang jelas ga bisa sama kamu, ada alasan lain yang musti kamu tanyakan ke dirimu sendiri. Apakah standart kamu yang ketinggian?"

"Kayaknya bener kalian, aku kebanyakan pilih-pilih. Cari yang sempurna ya ga bakalan nemu, ya kan...bego..." jawabku makin tersudut.

"Tapi berhenti menyalahkan diri terus-terusan. Kalo kamu aja ga mencintai dirimu sendiri, gimana orang lain mau cinta sama kamu, ya kan?" kata Sundari.

"Iyesssss. Gini deh analoginya. Kalo kamu pengen dapet cowok wangi, jangan harap dapet deh, kalo kamu aja keramas palingan seminggu sekali, ahahahaha" aku sedikit mencairkan suasana.

"Iyaaaa, jadi, kalo mau dihargai cowok, hargai dulu dirimu. Tampillah cantik, buat dirimu, bukan buat dilihat orang sih sebenernya, " Sundari lagi yang ngomong ini .__.

"Benerrrrr! Dandanlah cantik karena kamu menghargai anugrah Allah yang udah dikasih ke kamu, kamu berdandan cantik karena tubuhmu memang layak mendapatkan penghargaan darimu berupa itu!" sepertinya percakapan kami mulai meluber ke mana-mana.

"Iyo sih ya...by the way, kita semua ngelanggar komitmen kita lho!" Vindy mengingatkan sesuatu.

"Apa, Vin?" tanyaku.

"Kita ingkar janji buat komitmen ga pacaran sampe sekolahnya bener dulu, ya kan? Di antara kita cuman Dina yang masih komitmen, aahahahaha..." jawab Vindy.

"Bahahaha, aku jaga komitmen apa emang ga laku-laku, ya? Tapi kayaknya aku jaga komitmen lho... Aku udah ditembak tiga cowok tapi aku tetep jomblo. Berarti aku laku sebenernya, ahahahhaha..." kataku pamer.

"Aduh aduh, uda gede semua, obrolannya cowok mulu. Udah, mulai sekarang udah ga boleh galau lagi. Sadar ngga sih, kalo ada orang galau berkepanjangan sebenernya kita ilang feeling liatnya?" potong Sundari.

"Banget! Berarti selama ini ternyata banyak yang ilfeel sama aku gara-gara aku kebanyakan galau di socmed, ya? Ahahaha..." jawabku semakin melek.

"Yap! Wis paham gitu, lho..." kata Sundari.

Gitu deh percakapan kami yang cukup panjang dalam waktu singkat sore itu. Kami sampai tidak bisa merasakan lezatnya rasa steak yang kami makan untuk berbuka, karena pembicaraan kami nampaknya lebih lezaaaaaat :-D. Sayang sekali pembicaraan kami tidak bisa lebih lama, karena kami sadar diri kalau rumah kami sama-sama jauh dari kota. Aku di Singosari, Vindy di Pujon, dan Sundari di Ngantang. Akhirnya Sundari pulang duluan karena memang rumahnya paling jauh. Vindy lalu mengajakku berkenalan dengan pacarnya setelah itu. Setelah berkenalan singkat, aku buru-buru ke masjid untuk solat tarawih. Aku janji sama bapak, Ramadhan ini ga boleh bolong sekali pun tarawihnya. Tapi akhirnya juga  bolong satu hari selain pas datang bulan, sih, hihihi. 

Sepulang solat tarawih, aku menyetir motorku sambil melamun di tengah kegelapan kota ke arah rumah. Entah malam itu, pikiranku ke mana-mana. Tiba-tiba tanpa permisi, air mataku menetes satu-satu tanpa petir, mengguyur wajah kumal belum mandiku. Sepertinya ini hadiah karena aku belum mandi. Sampai rumah, aku langsung tidur dalam keadaan penat maksimal. Besoknya, aku memutuskan memulai tantangan untuk diriku sendiri. Aku namakan program itu: Move On dalam 7 Hari. Alhamdulillah, aku berhasil move on tanpa ragu, tanpa galau, tanpa air mata, yang sudah aku ceritakan di postinganku yang lalu: Surat untuk Kamu.

Selamat pagi. Semoga menginspirasi, hai para wanita! :-)

Friday, June 13, 2014

Kalian Membuat Saya Tetap Menulis

Halo, assalamualaikum, selamat malam, semua blog reader! Saya kembali setelah berbulan-bulan tidak menyempatkan waktu untuk berbicara lewat tangan di sini. Kali ini saya mau berterima kasih kepada seluruh pembaca blog saya yang entah itu masuk kategori pembaca setia, pembaca kebetulan, pembaca kesasar, pembaca kepaksa, pembaca penasaran, atau pembaca yang kepo (pede banget ya -__-) yang udah menyempatkan waktu membaca tulisan saya ini. Hihi, makasiiiiiih sekali lagi buat apresiasinya yang saaaaangat membuat saya tetap menulis sampai detik ini. Di usia blog saya yang sudah 5 tahun lebih beberapa hari ini, saya akan bercerita tentang seluk beluk "menulis" dari sudut pandang saya.

Eits, jangan bosan dulu. Inshaa Allah apa yang akan saya ceritakan ini akan membuat temen-temen semua berubah pandangan  bahwa menulis itu tidak membosankan! Percaya deh ;)

Nah, kenapa saya suka menulis? Gini awalnya. Saya adalah seseorang yang dilahirkan bukan dari seorang keluarga yang mencintai dunia sastra. Tidak seperti kebanyakan anak-anak yang selalu diberi dongeng sebelum tidur, dari kecil saya hanya sering dibelikan buku cerita oleh ibu dan bapak. Selebihnya, saya dibiasakan untuk mencoba membaca sendiri, yang akhirnya berujung saya berimajinasi saja dengan gambarnya, tidak mencoba membaca tulisannya. Saya pun baru lancar membaca saat hampir naik kelas 2 SD. Sangat terlambat sekali untuk kemampuan yang lazim dicapai anak usia TK. Itu yang menyebabkan saya kurang bisa berbahasa lisan dengan baik pada saat kecil. Saya terbiasa menggunakan bahasa ibu, yaitu bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang saya gunakan pun bukan  bahasa yang halus, karena  notabene saya tinggal di Malang, jadi terbiasa menggunakan bahasa Jawa ngoko (bahasa kasar). Itulah alasannya kenapa saya agak terbata-bata untuk berbahasa Indonesia lisan dengan baik dan benar sampai sekarang. Bisa dicoba deh bicara ama saya, hehehehehehehe.

Alasan lain yang menjadikan saya komunikator yang kurang baik adalah saya terbiasa mempunyai saudara kembar sejak lahir. Dini namanya. Sudah pada tahu, kan? Yang udah pernah baca blog ini pasti tahu, hehehehe (lagu-lagi ke-pede-an). Yak. Jadi, hampir semua masalah saya dan masalahnya si Dini pasti kita share berdua saja. Kami tidak pernah menceritakan masalah pribadi kepada orang tua maupun kedua kakak kami. Masalah teman yang nakal, masalah kegalauan ujian, masalah universitas mana yang akan kami masuki, bahkan masalah percintaan. Sampai sekarang, belum ada teman curhat yang bisa mengalahkan si Dini. Walaupun terkadang di tengah curhat malah kita berdebat dan akhirnya bertengkar, hehe.

Ketiga (ga nyebutin kedua, kok ada ketiga ya), sudah pada tau kan saya skoliosis? Nah, sejak saya mulai sadar bahwa skoliosis membuat saya semakin minder, saya menjadi seseorang yang super duper ekstra ultra tertutup. Sifat introvert ini yang membuat saya akhirnya menuangkan semua yang saya pikirkan di dalam sebuah tulisan (selain karena film kartun Hamtaro yang suka bikin saya ikut-ikutan nulis diary sebelum tidur, hihi).

Saya tidak tahu pasti kapan mulai suka nulis. Yang saya tahu, sejak kelas 2 SD, saya suka menulis semua kegiatan saya yang saya rangkum di dalam sebuah buku yang saya sebut "orji". Kemarin waktu bersih-bersih kamar, saya menemukannya dan membacanya ulang. Hihi, tertawa sendiri membacanya. Mulai dari kata-kata yang membuat saya malu dan tidak mau mengaku bahwa itu dulu tulisan saya. "Hari ini aku sebel. Aku ulang tahun, tapi tidak ada yang memberi kado. Semua jahat kecuali Evi sama Indah yang mau kasih kado". Masalah klasik yang terjadi di usia itu, kan? :D. Ada lagi yang seperti ini, "Aku tidak suka sama semua orang. Semua jahat. Temen-temen suka pamer barang barunya! Aku benci!". Ahahahahaha, tidak berhenti ngakak kalo baca hal seperti itu.

Lalu saya juga menemukan buku diary saya waktu SMP. Mulai kelas 7, saya mulai mengenal yang namanya cinta. Di dalam diary saya banyak sekali foto laki-laki yang saya suka, hehehehe. Saya ingat dulu "mencuri" foto itu dari Friendster. Saat SMP, saya juga punya buku diary geng. Jadi, setiap satu minggu sekali, kami bertukar diary dan saling menulis di buku milik teman, hihi.

Ini nih kumpulan buku curhatan alias diary dari SD sampai kuliah

Mulai kelas 9 saya ikut-ikutan kedua kakak saya yang suka nulis blog juga. Namun sayang, mereka tidak meneruskan hobinya tersebut hingga sekarang. Dari situlah awal mula saya meninggalkan diary dan mulai suka nulis di blog, hihi. Kalo flashback baca mulai 2009, geli juga bacanya, Hihihihihihihihi *ketawa ala Kunti*. Yaaaaa, namanya juga remaja, semua tulisan saya ga jauh dari tema cinta, galau, dan persahabatan.

Dari situlah saya mulai sukaaaa sekali menulis cerita, puisi, drama, atau sekedar quote kurang bermutu, ekekkek.
Novel yang saya tulis saat SMP

Teks drama saya sempat dipentaskan di salah satu lomba drama di sekolah dan juara 2 lhoooh, hehe
Sudah tahu kan, alasan yang menjadikan tangan saya tidak bisa berhenti menulis? Sekarang saya mau bagi-bagi tips menulis kreatif ala Dina Nisrina nih, hehehe. By the way, tips ini asli dari pikiran dan pengalaman saya, tidak mengutip dari sumber mana pun.

1. Ide cerita yang mengalir
Tidak perlu bingung menentukan ide cerita apa yang akan kamu wujudkan dalam sebuah tulisan. Apa yang kamu ingin tulis, tulis saja. Lebih pekalah dengan sekitar. Misalnya seketika kamu pengen nulis pengalaman abis jalan-jalan ke pantai, tapi belum ada mood buat nulis, tulis saja ide cerita itu di sebuah waiting list. Atau biasanya aku nih, kalo lagi males, nulis dikit, trus berakhir jadi draft doang, hehehe...jangan ditiru.

Tidak usah muluk-muluk membuat cerita. Dua ekor semut yang lewat di samping tempat tidurmu yang kemudian bersalaman saja bisa jadi cerita. Semuanya asal kamu peka ;-)

2. Tentukan tujuan penulisan
Setiap orang melakukan sesuatu pasti ada tujuannya. Nah, kalau kalian menulis untuk memberikan bacaan yang informatif, tulislah sesuai dengan inti pesan yang ingin kalian sampaikan. Misalnya, pengen nulis tentang fotografi, fokuslah pada informasi soal fotografi, bukan hal lain. Kalo bercabang ngomongin hal lain, itu cuman intermezzo dan nggak bikin terkesan ada dua tema dalam satu tulisan. Itu kalo tulisan informatif. Kalo pengen persuasif, gunakan kalimat-kalimat yang terkesan mengajak secara halus tanpa ada kalimat-kalimat yang terkesan memaksa dan membohongi. Beda lagi kalo tulisan yang bertujuan untuk mengungkapkan isi hati. Tulisan ini biasanya lebih bebas dan terkesan tidak tertuju pada khalayak umum, tapi kepada satu atau beberapa pihak saja. Berikan kesan yang membuat pembacanya tahu bahwa kamu sedang menujukan tulisan itu kepada seseorang. *Bingung, ya? Saya juga bingung ama kata-kata saya*

3. Buatlah kerangka karangan
Mungkin bagian kedua ini bisa menjelaskan bagian pertama. Kalo ngga pengen topik bahasan kita ke mana-mana dan ngga terstruktur, buatlah kerangka karangan terlebih dahulu. Selain itu, kerangka karangan bisa menghindarkan dari informasi-informasi yang kadang terlewat buat dicantumkan. Tapi, kalo tipe tulisan yang bertujuan sekedar curhat (seperti kebanyakan tulisan saya), tidak masalah jika dituangkan secara langsung mengalir mengikuti emosi otak kepada tangan *tsaaaah*.

4. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
Ragam bahasa menentukan pembaca tertarik atau tidak. Jika ingin ditulis menggunakan bahasa yang baku, boleh saja. Tapi, untuk menghindari kesan kaku, gunakanlah sentuhan-sentuhan bahasa sehari-hari, tapi jangan terlalu lebay dalam penggunaannya. Penggunaan emoticon sah-sah saja, asal jangan terlalu mengganggu estetika yah...hehe. Tidak perlu takut harus mengikuti Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Mainkan emosi pembaca. Misalnya seperti saya ini suka sekali menggunakan penekanan seperti ini:

Dia.
Dan aku.
Duduk bersama.
Berdua.
Berhadapan.
Bertatapan.
Saling berkata-kata.

Bedakan dengan bila ditulis seperti ini:
Dia dan aku, duduk bersama, berdua, berhadapan, bertatapan, dan saling berkata-kata.

Akan ada efek emosi yang berbeda. Tanda titik seakan-akan memotong di tengah jalan, dan memberi efek shocking pada setiap kata untuk menegaskan rima a a a a a a yang saya gunakan, ya kan?

5. Berikan judul yang menarik
Judul adalah kunci apakah pembaca memilih untuk membaca atau tidak. Judul yang menarik, bisa membuat pembaca penasaran. Judul bisa diambil dari konklusi cerita atau sebagian dari cerita kita yang menjadi point of view. Biasanya sih saya sok-sok-an menggunakan bahasa Inggris atau bahasa lain yang saya anggap menarik apabila judul dalam bahasa Indonesianya saya ngga nemu yang puitis, hehehehe

6. Berikan gambar-gambar ilustratif
Terkadang, kalo ada penjelasan kita yang kurang imajinatif, pembaca kesusahan untuk membayangkan. Berikan gambar-gambar ilustratif. Bikin aja gambar-gambar dari jepretan kamera handphone atau bikin oret-oretan sederhana kayak di posting-anku yang ini nih. Jika tidak bisa membuat foto sendiri, ambil saja dari internet. Eits, tapi jangan lupa, cantumkan sumbernya ya...kita berada di dunia jaringan yang serba mudah, tapi jangan lupa menghormati karya orang lain ;). Selain fungsi itu, gambar juga bikin tulisan kita ga terkesan monoton.

7. Cantumkan label terkait
Label atau tag dalam blog akan mempermudah penglasifikasian tulisan. Misalnya buat saja label sesuai tema tulisan. Kalau tulisan itu termasuk puisi, beri saja label puisi, atau poem (yang lebih universal). Misalnya tulisan tersebut tentang kesehatan, tentang cinta, dll. Selain itu, label juga mempermudah pencarian di Google dan mesin pencari lainnya. Kalo misalnya ada orang yang search dengan kata kunci poem, tulisanmu akan muncul juga lhoh...tapi tergantung seberapa populer atau banyak dibukanya halaman tulisan itu oleh orang.

8. Sunting tulisan sebelum di-publish
Sebelum di-publish, ada baiknya kita baca ulang tulisan. Perbaiki kata-kata yang salah, agar tidak terjadi kesalahan pemahaman. Kita perlu berhati-hati dalam hal ini, karena manusia tempatnya salah, tidak menutup kemungkinan tulisan kita bisa menimbulkan efek negatif setelah membacanya, heheheheh naudzubillah, ya.

9. Promosikan tulisanmu
Aku pernah baca salah satu buku yang aku lupa judulnya. Ada satu kalimat menarik nih, "Penulis tanpa pembaca sama dengan pembuang sampah". Maksud dari kalimat ini adalah, percuma kita menulis sedemikian banyaknya kalo ga ada satu pun orang yang baca. Jadi, memromosikan tulisanmu itu perlu. Saya kira, media sosial sudah semakin mudah untuk share link sekarang. Promosikan blog kamu di Fb, Twitter, Instagram, Path, dll. Semakin banyak yang baca, akan semakin banyak yang menilai. Semakin berkembang juga penulisnya!

10. Be your self
Terakhir, yaaaaaang paaaaling penting. Just be true to your self! Seorang penulis hanyalah seorang pencundang apabila ia menulis untuk membohongi jati dirinya sendiri. Biarkan tangan dan otakmu bersinergi. Percayalah, tulisan yang membuat pembacanya merasa tulisan itu magis adalah pembaca yang menemukan jati diri penulis dalam tulisannya. J. K. Rowling memang menulis seorang tokoh Harry Potter. Tapi dia jujur untuk menggambarkan tokoh seperti apa si Harry sesuai dengan imajinasinya, bukan orang lain. Dewi Lestari menuliskan sesosok Kuggy yang seorang Aquarian, sama dengan dirinya. Tidak ada yang salah, kan?

Selain itu, jangan gunakan bahasa yang dipaksakan. Kalo emang ngga cocok pake elo, gue, ya ngga usah dipake, hehe. Kalo emang ngga suka pake bahasa yang baku, yang ngga usah dipake. Yang penting, jadilah natural dan tidak terkesan memaksakan.

Itu deh...tips-tips tipis menulis ala gueh gueh gueh, Dina Nisrina, seorang gadis blasteran Purwokerto-Banjarnegara, seorang mahasiswi Fakultas Sastra, seorang skolioser, seorang gadis yang punya kembaran, gadis biasa yang pengen jadi gak biasa yang mungkin bisa sedikit menjawab pertanyaan temen-temen yang bertanya biar blog bisa menarik dan punya follower banyak *padahal follower saya juga cuman 149*. Seneng banget rasanya cuman gara-gara tulisan curcol di blog ini, banyak temen dan sepupu yang bikin blog juga setelah baca, hehe terharu. Seneng juga kalo baca apresiasi temen-temen soal tulisan-tulisan di blog ini selama 5 tahun ke belakang. Jujur, niat awal bikin blog ini cuman pengen mindahin diary, hehe. Tapi ga tau kalo ternyata bisa nemuin temen baru, bisa share sama skolioser, bisa kasi info, bisa ngasilin duit juga, bisa jadi inspirasi. I feel so blessed, I'm thankful, guys! 




Ada satu quote yang sampe sekarang terngiang di otak saya gara-gara baca bukunya Mbak Yulia.

“If there’s a book you really want to read, but it hasn’t been written yet,

then you must write it.” ~ Toni Morrison ~


Semua tulisan di blog ini tidak akan dihapus, walau saat membacanya di masa datang, saya merasa bahwa tulisan ini alay. Dia saksi perkembangan psikologiku *tsaaaaah*. Ntar, kalo uda jadi orang terkenal, wartawan ngga bakal susah wawancara dan cari info, kan semua udah komplit di blog, hehehehehehheeheheh *lagi-lagi ke-pede-an, kan?*. Semoga salah satu impianku, yaitu menerbitkan buku, akan segera tercapai. Semoga bermanfaat, good night! :)

Wednesday, July 10, 2013

Pertanyaan, Pilihan, dan Jawaban

Halo...mungkin baru hari ini aku bisa menulis lagi di blog setelah beberapa  bulan sudah banyak draft yang sebenarnya mau aku post, tapi aku tidak punya waktu karena kesibukanku yang semakin merajalele (?) akhir-akhir ini. Kalo ibarat artis, mungkin inilah konferensi pers yang sudah ditunggu-tunggu sama wartawan dan pekerja infotainment.

Maaf tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa kabar dan maaf sudah membuat bertanya-tanya. Sebenarnya Dina kenapa? Kok semua status terakhirnya di jejaring sosial galau gitu? Kok saat ditanya tidak pernah ada jawaban? Kok tiba-tiba tidak punya waktu untuk bertemu? Kok tiba-tiba menjadi sangat tidak asyik dan tertutup?

Ini nih jawabannya.

Sebenarnya, sudah beberapa bulan terakhir ini aku disibukkan dengan UAS, dengan kegiatan paduan suara, dengan 2 proyek kerjasama (yang tidak bisa aku sebutkan), dan dengan 1 perubahan terbesar yang mungkin akan aku jalani. Perubahan? Apa itu? Dina mau operasi plastik? Hahaha, baca sampe tuntas ya... ;-)

Sudah setahun aku kuliah di Pendidikan IPA di UM. Jurusan ini adalah jurusan yang aku PILIH SENDIRI saat SNMPTN Tulis tahun lalu (baca cerita lengkapnya di sini). Dan tahun ini, aku mengikuti SNMPTN Tulis lagi (yang sekarang sudah berubah nama menjadi SBMPTN) untuk kuliah di jurusan Sastra Indonesia UM.

Lho? Kenapa? Emang cita-citanya Dina apa?

Ada hal di dunia ini yang bernama cita-cita. Dari kecil, cita-citaku selalu berubah. Cita-cita pertamaku adalah menjadi arsitek. Mungkin karena aku melihat bapak yang setiap hari kerjanya menggambar rumah dan membuat bangunan-bangunan. Berdiri di atas gedung tinggi, memegang penggaris yang macam-macam bentuknya, menggulung-gulung gulungan kertas besar, mainan laptop tiap hari, bertemu dengan banyak orang di dunia dan membincangkan sesuatu yang menurutku fantastis.

Lalu tiba-tiba aku ingin menjadi programmer. Melihat Mbak Anja (kakak pertamaku) yang bermain angka dan matematika di laptop. Membuat animasi lucu, mendesain web, sampe Mbak Anja pake kacamata tebal yang menurutku sangat keren.

Aku juga sempat ingin menjadi jewelry designer. Melihat Mbak Hani yang setiap hari berkutat dengan prakaryanya. Menjahit, merangkai aksesoris, wanita banget. Dan sepertinya enteng. Tapi banyak duit.

Terakhir, cita-citaku menjadi sangat mantap untuk menjadi guru saja. Aku suka sama Bu Iva, guru matematikaku di SMA. Aku juga suka sama Mbak Cinta, guru Bahasa Indonesiaku di Neutron. Aku ngefans sama Bu Susi, Oom Wawan, Mbak Ida, Mbak Upik, aku ngefans sama Bu Erna. Itu semua adalah guru yang menurutku sangat fantastis dan sangat membuatku ingin menjadi guru. Mereka bekerja tanpa pamrih, tetap tersenyum, rela belajar beberapa jam lebih awal, dengan gaji yang tidak banyak, namun mereka bahagia, hanya untuk mencerdaskan kami. Menurutku, itu adalah pekerjaan paling keren dan paling mulia, di dunia.

Akhirnya, aku memutuskan, aku ingin menjadi guru, yang sangat hebat tentunya.

Terus, kenapa pilih IPA?

Saat kenaikan kelas 11, ada hal yang membuatku galau. Ini adalah titik pertama aku harus memilih sendiri masa depanku. Aku harus masuk jurusan apa. IPA, IPS, atau Bahasa. Semua nilaiku bagus di Bahasa. Semua nilai IPS-ku rendah. Dan nilai IPA-ku biasa-biasa saja. Tapi 2 kali psycho-test menyarankanku untuk masuk jurusan IPA atau IPS.

Aku tidak suka menghapal. Ingatanku sama halnya dengan ingatan ikan. Hanya beberapa detik. Jadi, aku memutuskan untuk tidak pilih IPS, karena aku benci harus menghapal tanggal-tangal di sejarah. Secara, tidak ada 1 pun orang di dunia ini yang aku ucapkan ulang tahunnya jam 12 malam karena aku tidak pernah hapal ulang tahun siapa pun kecuali keluargaku di rumah, sekali pun itu ulang tahun pacar. Aku juga tidak suka menghitung uang. Aku tidak suka ngurusin uang. Aku tidak suka ekonomi. Aku benci politik. Aku tidak memilih IPS.

Aku suka sekali bermain verbal. Aku suka Bahasa Inggris. Karena aku bisa merasa keren tiap nilai bahasa Inggrisku muncul di rapor. Aku tidak pernah remidi pelajaran ini. Bahkan, nilai bahasa Inggrisku semester ini A. Walaupun aku sangat gagap tiap harus mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris. Aku suka bahasa Indonesia. Aku juga tidak pernah remidi. Walaupun nilaiku masih lebih rendah dari bahasa Inggris, tapi aku suka menulis. Aku suka blogging.  Saat SD dan SMP pun, aku suka bikin cerpen. Dan kalau teman SD-ku masih ingat, aku dulu suka sekali meminjamkan hasil kumpulan cerpenku sampai guru olahragaku bilang, “Pinter nulis ya, Dina”. Saat SMP pun aku sempat bikin 1 novel, aku jilid sendiri, aku bikin cover sendiri dan teman-teman bilang, aku berbakat. Aku sering bikin puisi di mading. Aku suka teater. Aku suka bikin naskah drama. Sudah 3 judul naskah drama yang pernah dipentaskan di  SMA yang aku tulis. Naskah film pendek yang aku tulis juga pernah menjadi juara cerita terbaik se-kota Malang saat festival pelajar. Aku punya banyak follower di blog, artinya, mereka menyukai tulisanku. Tapi, entah kenapa...aku sama sekali tidak melirik jurusan Bahasa.

Aku suka matematika. Walaupun aku sering remidi, tapi aku selalu duduk depan saat ulangan. Bu Iva bilang, yang pinter-pinter biar di depan, biar ga dicontek. Aku pernah diikutkan olimpiade matematika saat SMP. Bahkan, nilai UNAS tertinggiku saat SMP adalah matematika, hampir absolut. Aku suka biologi. Aku suka mempelajari kesehatan. Aku suka alam. Aku suka menganalisis. Apalagi soal skoliosis, tidak akan pernah ada habisnya. Aku suka teori fisika. Tapi aku benci rumusnya. Aku tidak pernah suka kimia. Dan tidak pernah mendapat nilai bagus. Aku tidak bisa mengerti kimia sampai detik ini. Entah kenapa. Tapi, dengan mantap aku pilih jurusan IPA waktu SMA. Karena waktu itu, IPA adalah hal terkeren di dunia. Bapakku juga senang sekali aku masuk IPA. Sama seperti Mbak Anja dan Mbak Hani. Aku juga mendapat nilai kesenian (yang waktu aku kelas 12 adalah seni mendesain seperti arsitek) yang di atas rata-rata. Kata Pak Joko, aku adalah 3 besar cewek yang desainnya bagus dan rapi di kelas setelah Ressy dan Mia.

Entah kenapa, aku juga masih tidak mengerti, mengapa aku memilih IPA. Pilihan yang dibuat oleh seorang remaja yang masih labil. Yang masih belum mantap cita-citanya, dan masih belum melihat masa depan, yang beberapa tahun lagi harus ia jalani. Dengan tidak main-main.

Gimana ceritanya pas milih jurusan kuliah dulu?

SNMPTN Undangan

Sebodoh-bodohnya aku, ternyata aku masih termasuk anak yang dianggap pintar sama guru-guru. Sedikit arogan, ya? Memang. Aku masuk di daftar murid yang diberi kesempatan untuk mengikuti SNMPTN jalur undangan (dulu PMDK). Walaupun rangkingku di sekolah sangat tidak seberapa dan itu hanya kebetulan saja. Aku bingung harus memilih jurusan apa. Aku mencocokkan dengan cita-citaku. Aku memilih Pendidikan Matematika di UM, karena aku ingin menjadi guru. Pilihan kedua, aku pilih Matematika murni, karena siapa tau kalau tidak masuk pilihan pertama, pilihan kedua bisa nyantol dan aku bisa ambil PPG (Pendidikan Profesi Guru) dan menjadi guru juga nantinya.

Kenapa pilih matematika? Karena, setelah 2 tahun sekolah mempelajari IPA, aku tidak bisa mengikuti. Semua nilai yang aku dapatkan sejak SMA, tidak jujur. Walaupun sudah les privat fisika dan les di bimbel, aku tetap tidak bisa menyerap pelajaran-pelajaran IPA. Aku hanya mengandalkan google, contekan teman, dan kertas contekan yang aku buat semalam sebelum ujian. Tapi entah kenapa, nilai ujian lisan fisikaku bagus. Aneh. Intinya, ujian IPA adalah mimpi buruk, kecuali biologi. Dan hanya matematika dan biologi yang bisa menyelamatkanku, karena nilaiku di 2 pelajaran itu yang paling lumayan.

Jurusan ketiga yang aku pilih adalah Ilmu Gizi di UB. Aku ingin menjadi orang yang paling sehat di dunia dan menjadi orang yang paling mengerti kesehatan (karena semenjak aku sakit, aku jadi lebih peduli kesehatan) melalui makanan. Aku sempat ingin menjadi dokter, tapi aku sadar diri, otakku tidak pernah sampai. Setidaknya, ilmu gizi tidak perlu banyak main rumus fisika dan kimia, ku kira.

Di SNMPTN Undangan, nilai yang paling stabil-lah yang paling dilihat. Sedangkan nilaiku naik-turun seperti grafik cosinus. 2 hari sebelum pengumuman SNMPTN Undangan, aku bermimpi ada seseorang yang mengatakan padaku, aku tidak cocok masuk jurusan ilmu gizi. Dan ternyata benar. Malah aku gagal di ketiga-tiganya.

SNMPTN Tulis

Kegagalanku di SNMPTN Undangan membuatku makin galau, karena aku harus memilih lagi. Dan kali ini lebih berat. Belum lagi, Dini dan saudara sepupuku diterima lewat jalur undangan. Sedangkan aku masih harus berjuang lagi. Ada faktor mental yang lebih berat kali ini. Tiba-tiba aku ingin menjadi guru SD. Aku sangat suka anak-anak. Dan aku adalah orang yang tidak bisa fokus pada 1 bidang secara total. Aku kira, dengan menjadi guru SD, aku bisa memelajari banyak bidang dengan tidak terlalu detail. Aku juga akhirnya ingin memilih Pendidikan Bahasa Indonesia. Tapi...aku terlalu pengecut untuk mengambil IPC (Ilmu Pengetahuan Campuran) atau bahkan IPS saat tes. Karena aku merasa, untuk memelajari IPA saja sudah susah. Apalagi harus memelajari IPS secara dadakan dalam 1 bulan saja. 

Karena pengecut, aku tetap memilih jurusan di bidang IPA. Aku tetap memilih Pendidikan Matematika UM. Aku masih sangat ingin menjadi penerus Bu Iva. Dan saat aku bingung menentukan jurusan kedua, tiba-tiba aku melihat ada jurusan Pendidikan IPA di daftar. Aku kira, dengan mengajar SMP, aku tidak perlu terlalu detail memelajari Fisika dan Kimia. Apalagi, pelajaran SMP pasti lebih mudah dari SMA, jadi aku tidak perlu khawatir aku tidak bisa Fisika dan Kimia.

Dan akhirnya dengan bangga, aku lolos SNMPTN Tulis, di Pendidikan IPA. Dan menjalaninya sampai sekarang.

Lantas, apa alasan ingin pindah jurusan?

Awal masuk, aku sangat sumringah walaupun aku kesulitan dari awal untuk menyerap pelajaran di kelas. Aku kira kesulitan ini karena aku masih dalam proses adaptasi. Ternyata aku salah, di sini tidak semudah bayanganku. Lambat laun, aku bukannya menemukan peningkatan pemahaman. Entah mengapa, makin lama aku makin tidak paham. Aku mudah mengantuk di kelas, karena aku sama sekali tidak mengerti. Parahnya, aku baru sadar, aku tidak mengerti dari konsep awal, yang diberikan di SMA dulu. Ketidakmengertian yang ditumpuk-tumpuk lama-lama menjadi menggunung. Makin hari aku makin tidak mengerti, tidak mengerti, dan tidak mengerti. Semua laporan praktikum Fisika yang aku buat adalah hasil pekerjaan teman yang aku copy. Hanya 2 laporan awal yang aku kerjakan sendiri, karena materinya masih mudah. Saat pembagian pengerjaan laporan biologi dan kimia secara kelompok, aku selalu meminta teman sekelompokku untuk mengerjakan dasar teori, data pengamatan, dan analisis data saja. Di luar itu, aku sudah tidak paham. Aku benci presentasi biologi. Setiap presentasi, aku selalu terlihat bodoh, gagap, dan selalu ditertawakan. Akhirnya, aku selalu meminta untuk menjadi operator saja. Hanya praktikum biologi yang membuatku terlihat pintar. Dan nilaiku selalu A. Di praktikum kimia, aku selalu salah takaran, selalu menumpahkan larutan, dan saat ujian praktikum kimia, aku selalu tidak bisa mengerjakan apa-apa selain prosedur pengerjaan. Aku tidak mengerti sama sekali arti rumus dalam kimia. Bahkan, saat ujian praktik Fisika, dari 2 praktikum yang diundi dari 5, hanya 1 praktikum saja yang bisa aku kerjakan. Sisanya, blank. Dan aku menangis saat pulang ujian. Karena, sudah 2 semester aku mengalami hal yang sama. Aku tidak betah, aku tidak menemukan diriku di sini.

Bukannya aku tidak berusaha, tapi entah mengapa, aku tidak bergairah untuk belajar kali ini. Aku selalu ketiduran saat belajar, karena bosan dan tidak mengerti. Saat diterangkan teman, aku mengerti. Tapi setelah ujian, aku selalu tidak mengerti lagi. Aku tidak paham, kenapa aku. Kenapa semua harus berakhir dengan bantuan Google, dan beberapa teman yang kasihan melihatku tidak bisa, dan akhirnya memberi contekan. Adakah seorang calon guru yang lebih hina dari aku? Bagaimana muridku nanti? Apa yang akan aku jelaskan di depan kelas? Apa aku bisa menjawab saat ada murid bertanya? Apa iya, setiap ada teman dari fakultas lain meminta bantuan kepadaku untuk membuat PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) bersama, aku selalu menolak, karena aku tidak bisa IPA? Apa iya, saat ada teman dari teknik minta diajari fisika aku selalu melempar pada teman lain, karena aku sendiri tidak mengerti? Apa iya saat salah satu temanku minta dikerjakan PR-nya soal vektor, aku harus membuka google lagi dan lagi lalu mengirimkan jawabannya lewat BBM dan ia berterima kasih karena aku telah membantu menjawab, mengatakan aku pintar, padahal itu bukan pekerjaanku sendiri? Apa aku bangga menjadi seperti itu? Menjadi orang yang sama sekali tidak berfungsi secara optimal? Dan sampai kapan aku bergantung seperti ini?

Tulisan yang ada di kertas ujian Kimia. Astaghfirullah... :-(

Aku berusaha bertahan, berusaha suka, berusaha komitmen dengan pilihan. Tapi ada satu hal yang tidak bisa dipaksa. Yaitu passion. Seperti kata seseorang, “Passion energizes your talent”. Ada satu hal yang tidak bisa diganggu gugat. Ada satu hal yang tidak bisa dimengerti. Ada satu hal yang jika diterima dan dimengerti bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Passion. Passion. Dan passion. Dengan berat hati, aku mengatakan, aku tidak ada passion di sini. Di pilihanku sendiri. Pilihan yang tidak dipilih dengan pertimbangan luas. Pilihan yang lahir dari pengecut yang tidak berani mengikuti hatinya. Astaghfirullah...maafkan aku Yaa Rahman L

Lalu, mengapa harus sastra?

Tidak ada yang kaget kenapa aku suka sastra. Jika aku di sastra, aku bisa mensinergikan dan menyalurkan kesukaanku akan menulis dengan layak dan sejalan, bukan hanya sekedar hobi. Ada energi tersendiri yang lahir saat kau mengerjakan apa yang kau sukai tanpa ada paksaan. Ada tanggung jawab besar yang menyenangkan walaupun berat jika kau berada di zona yang membuatmu menemukan jati dirimu seutuhnya, sesulit apa pun itu. Dan aku masih mau meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, S2, S3, dan berapa S lagi yang akan tercipta jika aku di sini. Karena aku suka. Dan aku yakin, aku dilahirkan memang untuk itu. Jika semua kemampuanku dilumpuhkan oleh Allah, hanya ada satu hal yang aku ingin tetap ada. Yaitu kemampuan dan kemauanku untuk menulis. Karena dengan menulis, aku bisa berbicara pada dunia, mengatakan apa yang tidak mampu aku katakan dengan suara. Writing works more than voices. Bahkan, ketika aku sudah tidak mampu lagi berbicara, ketika aku dilarang melakukan apa pun di dunia ini, tolong...jangan larang aku untuk menulis. Itu saja. Aku suka. Dan aku cinta. Tanpa paksaan.

Mendramatisir memang.

Ujian SBMPTN

Aku lalu mengambil uang tabungan dan uang saku kosku. Ke bank sendiri. Mendaftar SBMPTN. Ke Gramedia, membeli buku-buku kumpulan soal dan buku materi IPS. Ke gudang, mengobrak-abrik buku SMA, dan memulai belajar...sebagai anak IPS.

Ujiannya tidak terlalu sulit untuk pengetahuan umum, aku mengerjakan dengan yakin dalam jumlah yang lumayan banyak. Untuk ujian SOSHUM, memang hanya sedikit yang aku yakin. Namun kali ini, aku mengerjakan lebih pede dari tahun lalu, entah karena sudah pernah, atau memang karena aku bisa. Aku sangat optimis sekali.

Bagaimana hasil SBMPTN kemarin?

Mungkin ini jawaban yang ditunggu. Jadi, malam hari sebelum pengumuman, aku bermimpi sangat indah. Aku bermimpi ada di medan perang ujian praktik SIM C sedang mengendarai motor bebek. Aku memakai rok hitam, kemeja putih, dan jas almamater UM, persis seperti gaya mahasiswa baru yang sedang ospek. Kebetulan, tanggal 8 Juli kemarin, aku akan mendapatkan 2 hal spesial, harusnya sih. Aku akan ujian praktik SIM C untuk kedua kalinya dan akan menerima pengumuman hasil SBMPTN. Di mimpi itu, aku sangat bahagia mengendarai motor itu. Dan aku berhasil melalui ujian praktik SIM itu dengan sangat lancar, mulus, dan sempurna. Sampai-sampai di mimpi itu, namaku tersohor di pelosok negeri karena aku adalah wanita dengan nilai praktik tertinggi. Pulang dari praktik, aku yang masih berpenampilan sama, berbelanja kebutuhan ospek di sebuah mini market. Sungguh, itu mimpi paling indah sedunia.

8 Juli 2013

Tiba-tiba aku terbangun, aku bangun kesiangan. Maklum, aku sedang tidak solat, jadi tidak memasang alarm di saat subuh. Aku bangun 30 menit sebelum kantor SATLANTAS buka. Sampai di sana bersama ibu, aku sangat percaya diri walaupun masih deg-degan gara-gara kesiangan. Dengan senyum dan berkali-kali membaca Al-Fatihah, aku memulai ujian. Aku tidak terlalu gugup karena sudah pernah melakukannya. Dan aku sangat optimis, entah kenapa. Tapi, baru beberapa detik ujian, aku sudah menjatuhkan palang. Parahnya lagi, kakiku turun ke tanah. Motorku juga ke luar jalur. Aku tetap bersikukuh menyelesaikan ujian, walaupun nyata-nyata sudah gagal. Ujian kali ini lebih  buruk dari ujian sebelumnya. Di ujian sebelumnya, aku hanya menjatuhkan 2 palang tanpa menurunkan kaki. Tapi di ujian ini, sudah berapa kali aku melakukan kesalahan. Dan aku harus mengulang 2 bulan lagi. Mimpiku ternyata bukan untuk sekarang.

Masih down gara-gara gagal dapat SIM untuk ketiga kalinya, sore ini aku harus membuka website resmi SBMPTN untuk melihat hasil SBMPTN-ku. Aku sengaja melihatnya agak malam, karena aku tau kalau sore, pasti masih lemot. Aku buka dulu website Lipsus Kompas. Dan aku memasukkan namaku, nomer ujian, dan kode prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Tidak ada hasil. Ah, mungkin di prodi satunya. Aku masukkan kode prodi Sastra Indonesia. Tidak juga ada. Ah, mungkin Kompas yang eror.


Akhirnya aku membuka website SBMPTN karena masih kurang lega dengan jawaban yang diberikan Kompas. Dan ternyata...Kompas benar.  Aku lalu menghubungi salah satu temanku yang ikut SBMPTN ulang, sama denganku. Dan dia juga senasib denganku. 2 temanku lainnya juga sama. Kami sama-sama tidak lolos.

 Tulisan ini sama sekali jelek dan tidak memberi semangat. Harusnya ada kata-kata penyemangatnya. Tidak heran kalau anak-anak yang tidak lolos merasa sangat down.

Rasanya...benar-benar...campur aduk. Sambil memandang laptop, tanpa rasa apa pun. Flat. Sesekali tertawa dan bicara sendiri pada laptop, “Pasti kamu bercanda, ya kan...ya kan?”. Sedikit linglung dan mendadak galau luar biasa sangat, dan tidak bisa berpikir jernih. Melihat handphone yang sedari tadi berbunyi mengantarkan puluhan SMS, chat, dan mention Twitter dari teman-teman yang menanyakan hasil ujianku. Rasanya kacau. Mereka tidak akan mengerti. Dan aku malas menjelaskan satu-satu dari mana. Akhirnya aku mematikan handphone. Dan membiarkan mereka dengan rasa penasaran. Bergegas ke kamar mandi dan menyalakan kran sampai airnya penuh, aku tidak peduli. Seperti di sinetron. Seperti film Pocong. Sayangnya aku tidak punya shower. Menangis sejadi-jadinya. Lalu aku ke kamar. Melihat cermin. Berbicara sendiri. Memotivasi diri. Seperti orang gila. Lalu aku sadar, aku mulai gila. Aku tidak mau gila. Dan semua luluh...karena Al-Quran. Hanya Allah yang bisa aku ajak bicara sekarang. Di saat rumah sepi, di saat semua tarawih. Aku merasa sangat sendirian. Mengalami 4 kegagalan dalam sehari. Gagal dapat SIM, gagal lolos SBMPTN, dan gagal mengikuti tarawih pertama, serta gagal memberi kabar gembira pada Vindy, sahabatku yang hari itu ulang tahun, memberi tahu bahwa aku lolos. Itu sungguh menyakitkan. Dan tidak ada yang bisa mengerti...

Akhirnya aku membuat status di Twitter, membiarkan mereka yang bertanya-tanya menyimpulkan sendiri.

“Alhamdulillah... Allah showed so many things today for me, for my future. Allah knows how to make me wiser, knows the best. Alhamdulillah J

Lalu seketika banyak yang memberi respon dengan mengucapkan selamat atas kelolosanku. Aku hanya bisa tertawa miris, mereka tidak juga mengerti. “Alhamdulillah” adalah pujianku atas kemahadahsyatan Allah. Bukan selalu hanya ungkapan gembira atas suatu pencapaian. Aku bersyukur, Allah masih mempercayaiku menjadi orang yang selalu harus berusaha. Aku harus ditempa bolak-balik agar menjadi baja yang paling kuat. Allah suka hamba-Nya yang berusaha. Allah tidak akan memberi cobaan lebih berat dari kemampuan hamba-Nya. Allah suka orang yang sabar.

Lalu paginya, saat semua sahur, aku memutuskan untuk membuka HP dan membalas beberapa pesan hanya untuk orang yang aku percaya dan benar-benar bisa mengerti aku. Aku sungguh sangat berterimakasih pada Sundari dan Didin, yang paling tahu alasanku begini, dan yang menemani hingga saat ini, aku tidak tahu siapa lagi yang akan mengerti. Terima kasih selalu menjadi tempatku mengeluh. Oh iya, FYI, Sundari diterima di Sekolah Tinggi Teknik Nuklir tahun ini, dan dia akan segera pindah dari Pendidikan IPA. Congrats, kamu berani jadi dirimu sendiri, Sun :-)

So...what’s next?

Siangnya, aku ke UM ditemani Dini. Aku ke gedung  di mana aku bisa mendapatkan informasi yang akurat tentang cara ke luar dari fakultas lama ke fakultas baru sambil menunggu pengumuman ujian mandiri. Tapi sayang, aku kurang mendapat pelayanan yang baik di sana, entah mengapa mereka tidak bisa menangkap dengan baik maksudku. Akhirnya, tanpa berpikir lama, aku pergi ke bank dan membeli formulir ujian mandiri. Sambil hujan-hujanan. Sampai pilek.

Bismillah, aku akan mencoba cara terakhir ini. Aku akan belajar lagi. Ya Allah, aku serahkan semua pada-Mu. Terima kasih telah percaya padaku untuk menyelesaikan masalahku sendiri. Engkau yang hidup dan kekal, yang tidak pernah tidur dan yang paling mengerti, Engkau tahu mana yang terbaik untuk hamba-Mu yang terkadang masih melupakanmu ini. Aku terima, apa pun nanti hasilnya. Aku akan berubah lebih baik lagi...aku janji, ini terakhir kali kecewa dan mengecewakan.

Allah paling tahu, isi hati yang terkunci dan yang hilang kuncinya. Allah bisa membukanya dengan cepat. Bismillahirrahmannirrahim...


Semoga tidak akan ada Dina-Dina yang lain, yang senasib. 

Semoga pilihan, tidak akan lagi membingungkan. Dan semoga pilihan, adalah jawaban, bukan pembingungan. Selamat, buat manusia yang diciptakan bisa dengan mudah memilih, hargai itu, kalian hebat :-)

"Allahumma yassir wala tu'assir. Rabbi tammim bilkhoir. Birohmatikaya Arhamarrohimin."

Tuesday, May 21, 2013

3 Bungkus Kacang Bali


Bulan pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, aku hanya bisa melihatmu dari senyum yang tidak bisa bergerak. Di layar LCD itu, senyum itu pun melihat balik ke arahku. Aku berkata, “Senyummu manis...”, tapi itu tidak membuat senyummu bergerak juga. Mata itu memandangku balik, setidaknya aku senang. Dengan duduk diam di sini, aku selalu melihat senyum yang sama. Dan setidaknya dengan begini, aku tidak pernah melihatmu tidak tersenyum. Dari foto itu.

Selama ini, aku hanya bisa menyampaikan pesan lewat gelombang-gelombang transversal. Menyampaikan emosi lewat jari-jemariku. Mengadu padamu saat aku ingin manja seperti wanita-wanita lain di luar sana pada prianya. Memelukmu lewat lagu-lagu itu. Namun aku hanya bisa menitipkan rindu pada sujudku, pada Tuhanku, energi terbesar yang kita semua puji dan sebut sejak masih kecil. Karena aku percaya, hanya Tuhan yang menyampaikan rinduku sampai selamat di telingamu, tanpa berkurang satu pun kata, bukan lewat Facebook, “Aku rindu kamu, pulanglah...”.

Saat aku mulai ragu, aku tidak ingin mendengar kata apa pun yang ke luar dari mulut mereka. Aku hanya percaya satu makhluk, yaitu kamu. Kamu yang berkata aku tidak boleh menunggumu pulang, kamu juga tidak pernah berjanji untuk pulang, bahkan di saat aku sedang meniup lilin ke-19, kamu tidak juga pulang. Kenapa kamu tidak mencari penggantiku saja, kenapa kamu tetap memilihku di antara jutaan wanita di Indonesia yang bisa kamu tunjuk. Bahkan, di Pulau Dewata sana sangat banyak wanita cantik. Kenapa kamu mengajariku menjadi lebih dewasa dengan cara ini, aku tidak mengerti. Dan kenapa di saat bibir-bibir yang lain mengecap kata “Sudah, tinggalkan saja dia!”, aku tetap bersikukuh dengan jawabanku untuk tetap mendeklarasikan diri bahwa aku milikmu dan tidak akan pergi hanya karena...jarak.

Aku berpikir lagi. Keras. Aku mengerti mengapa kamu tidak mengizinkanku untuk berharap kamu pulang. Kamu hanya tidak ingin aku kecewa. Kamu hanya tidak ingin aku sudah terlanjur berdandan cantik dari biasanya, memakai rok, memakai bedak, lipstick, parfum, dan memikirkan percakapan apa yang nantinya akan aku lontarkan di depanmu, namun kamu hanya mempunyai waktu tidak lebih dari 5 menit untuk bertemu denganku.

Kemarin, di tempat itu...tempat yang tidak romantis. Kurang dari 5 menit. Sampai aku belum sempat menata jantungku yang masih berdebar karena ini kali pertama kau akan bertemu denganku sejak pertemuan terakhir kita lima bulan yang lalu, aku bersyukur. Setidaknya walau pertemuan ini tidak berarti apa-apa dan hanya sempat mengucap beberapa kali “Hai...” tanpa sempat mengucap yang lebih, kamu bisa baca mataku, mata yang mengucapkan “Aku rindu kamu...lebih lama lah di sini... Aku ingin bercerita. Dan aku hanya ingin mengatakan, rasa itu tetap sama sampai kapan pun. Aku tidak mau menunggumu. Tapi aku selalu di sini, sampai kamu pulang pun, aku tetap di sini. Tanpa ada nama lain yang mengisi. Hanya kamu...”.



Dan bonus lain yang aku dapatkan, yang tidak orang lain dapatkan hanya dengan lima menit saja. Setidaknya aku sempat mengecup tangan wanita yang melahirkanmu, dia sangat cantik. Serta aku sangat terkejut membuka bingkisan mungil itu. Kamu paling tahu, obat rindu apa yang paling ampuh buatku. Terima kasih, kamu membawakan makanan kesukaanku walau aku tidak pernah bilang kamu harus membawanya ke mari, kemarin. Aku akan mengunyahnya, dan merasakan tiap butir yang mengandung rindumu ini. Lewat manis, gurih, dan asin di setiap butirnya, aku bisa merasakan betapa kamu mencintaiku dengan dewasa. Betapa kamu merindukanku juga secara profesional. Dan betapa kamu menjadi sangat spesial buatku walau aku tidak bisa ke bioskop bersamamu sekarang, tidak bisa naik bianglala setiap minggu, tidak bisa ke Taman Safari di saat liburan, tidak bisa fotobox berdua dan dijadikan foto profil di jejaring sosial. Namun, dari caramu menahan jariku saat bersalaman dan berpisah denganku untuk melanjutkan tugas yang menantimu di depan sana kemarin, aku semakin percaya, bahwa kamu akan kembali lebih cepat dari perkiraanmu untuk mengobati rindu yang sudah semakin tebal seperti bola salju yang meluncur.

Terima kasih telah datang dan membawakanku makanan kesukaanku...


"Andai bulan kan mengerti, 
andai bintang kan pahami, 
sampaikan kesunyian, 
sampaikan kerinduan 

di remang langit pagi 
berharap hal yg tak pasti 
hanya bisa menanti dan menanti, 

Salam sayang dariku untukmu yg terkasih..."

-Sincerely, Yours-
For Endra, who lives in 177,09045 miles apart from Aida.


Saturday, January 26, 2013

New Friends

Halo bloggies! Udah semester dua aku ada di dunia perkuliahan dan baru sekarang sempet ngenalin keluarga baruku, hihihi. Yap, kali ini aku mau nyeritain soal kelas baruku di S1 Pendidikan IPA Universitas Negeri Malang.

Kami tinggal di koordinat 7° 57' 37.15" S  112° 37' 7.72" E di bumi ini. Nah lhoooo, apaannnn coba itu. Itu alamat lengkapnya kita kalo kuliah. Hehehehe, jadi, kami kuliahnya di Gedung Kuliah Bersama FMIPA UM, ini nih gedungnya...

Photo source: Panoramio
Kok kuliahnya di GKB? Ya maklum lah, ga kayak 4 jurusan lainnya di FMIPA yang udah lama berdiri dan punya gedung sendiri-sendiri, buat sementara waktu (yang entah sementaranya itu berapa lama lagi), PIPA numpang di GKB ini nih. Semoga ga lama lagi ya, friends :')

Ini nih sebagian dari kita pas selesai ospek, dan aku engga ikutan foto :-D
Apaan itu di foto kok ada tulisan Omega segala? Jadi gini. Pas ospek di fakultas Matematika dan IPA kemaren (kemaren banget) , setiap jurusan punya identitas sendiri. Di FMIPA ada 4 jurusan dan 1 prodi. Prodi? Iya, FYI, Pendidikan IPA itu prodi (program studi) paling baru di FMIPA, dan kami adalah angkatan pertama, makanya di foto itu ada tulisan "PIPA Pioneer" gitu kan. Nah lho Omega tadi apaan? (Maaf agak ribet daritadi jelasinnya). Tiap jurusan punya HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) masing-masing dan punya nama masing-masing. Matematika namanya Vektor, Fisika namanya Nukleon, Kimia namanya Oksigen, Biologi namanya Apis Indica (Lebah Madu), dan terakhir Pendidikan IPA dinamai Omega sama kakak-kakak BEM-nya, soalnya masih belum punya HMJ. Toh, kalo ada HMJ pun ntar namanya bukan HMJ, tapi Hima Prodi. 

Nah, filosofinya Omega sendiri sampe sekarang aku masih engga ngerti. Pas ada yang bilang "Salam MIPA!" seketika anak Mat kudu bilang "Vektor" sambil ngacungin ibu jari, telunjuk, sama jari tengah kayak vektor. Fisika bentuk ibu jari ama telunjuk jadi kayak nukleon. Kimia bikin bunderan kayak oksigen. Lebah madu bikin sayap. Sedangkan Omega malah bikin segitiga dengan empat jari rapat di kanan-kiri (ribet ya bayanginnya?) yang katanya melambangkan gabungan antara keempat elemen MIPA gitu deh. Jadi, menurut aku bentuknya kayak simbol Delta gitu, engga ngerti Omega dari mananya :-D. (Peace ya buat yang bikin)

Oke, aku kenalin satu-satu temen-temen di PIPA yang notabene cuman 1 offering (kelas) yang terdiri dari 54 mahasiswa, dan dipecah jadi offering A dan B doang pas praktikum. Di kelas, cuman ada 9 cowok dan ada 45 cewek. Bisa dibayangkan kan pemirsaaaah 1: 5, enak banget jadi cowok di kelas tiap hari dikelilingin cewek-cewek kece hihi. Dari 54 orang itu, cuman 14 orang (kalo aku ga salah itung) yang asli Malang (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu), sisanya berasal dari berbagai penjuru Jawa Timur. Yap, di kelasku semuanya dari Jawa Timur. Okeeee, jadi UM di Malang, tapi kami dijajah, hahaaha kidding. That's why aku sekarang kalo ngomong jadi kepengaruh logat kulonan dan lebih halus gitu. Seneng bisa belajar bahasa-bahasa dari berbagai daerah, padahal masih 1 provinsi tapi bahasanya udah macem-macem, lho. Aku sekarang jadi ngerti artinya panggah, gek, wi, cah, kari, cemeng. Dan kadang aku ngomongnya ada "tho tho"-nya padahal sebelumnya ga gini, hihihi. Indonesia emang kaya budayanya ya ;-).

Di kelas, aku uda mulai ngilangin kebiasaan kecil yang suka bikin gang. Aku main ama siapa aja dan engga mau bikin batesan pertemanan gitu. Tapi nalurilah, pasti ada temen-temen yang paling akrab, itu pasti. Aku kenalin mereka...

Ini namanya Vindy, dia asal Kabupaten Malang juga sama kayak aku. Cuman, dia tinggalnya deket gunung sana, di daerah Pujon, deket Batu. Makanya dia subur nih, sering minum susu asli Batu soalnya, hihihi kidding, Vin!

Ini temen-temen cewek  pas lagi glesotan mau latihan drama

Dari kiri: Mymo, dia asli dari Blitar. Dan ngomongnya alus banget khas orang Jawa Timur bagian selatan. Mymo bilang dia kaget pas awal denger orang Malang yang ngomongnya kayak kereta yang remnya blong. Nah abis itu ada aku, seblahku ada si Sundari. Dia asli Kabupaten Malang juga, deketan sama Vindy, daerah Ngantang. Jadi kalau ke Batu trus nemu daerah yang berkelok-kelok, itu daerah kekuasaanya Sundari, wkwk

Yang kiri sendiri pake jilbab kuning itu namanya Ichi, si anak pantai. Yang pernah aku ceritain, dia temen kos aku juga. Dia asal Banyuwangi, daerah paling ujung di Jawa Timur.

Pas nganggur ga ada kelas nih

Ini pas pulang kuliah agama, aku menjulang kayak jerapah ya  :-D. Makanya sama Ichi aku dibilang "Ibu Jerapah"

Ini sama Gilda, kebetulan banget pake baju yang warnanya senada :-D

Sama si imut Mymo
Dikit banget ya foto-fotonya, hehe...kerasa banget lho perbedaan SMA ama kuliah. Kalo di SMA dulu, ga usah disuruh foto, kalo ada hape nganggur pasti langsung pada pasang aksi. Nah kuliah ini susaaaah banget ngajak foto temen-temen kalo ga kudu dipaksa dulu, hihi. Ya maklumlah, masanya uda beda. Uda pada dewasa, bukan anak kecil lagi *sedih*.

Oke, peeps, segitu dulu cerita kecilnya, next time aku ceritain yang lebih lengkap lagi tentang seluk beluk isi GKB 102 (ruang kelas abadinya anak PIPA, hiks). Ini ceritaku, mana ceritamu?

Thursday, January 10, 2013

Missing Part: I've Got My Gold

Hari ini adalah hari kuliah yang cukup padat banget sekali (pleonasme ya).  Hari ini adalah hari yang aku nanti-nanti setelah satu semester mengikuti pelatihan di Paduan Suara Mahasiswa Swara Satata Çakti. Pelatihan? Jadi gini, di Unit Kegiatan Mahasiswa yang aku ikuti tahun ini, sistemnya berbeda dengan sistem tahun-tahun sebelumnya di mana yang ingin masuk ke UKM ini harus diseleksi dahulu lalu didiklat untuk menjadi anggota. Tahun ini, seleksi yang diadakan bukan semata-mata diaudisi lalu yang gagal dibuang begitu saja. Semua calon anggota yang ingin menjadi anggota PSM SSÇ harus mengikuti pelatihan selama satu semester yang dibina langsung oleh choir master-nya SSÇ, Pak Anang dan kakak-kakak dari tim kepelatihan. 

Ini dia Pak Hadrianus Anang Brotoseno, sang choir master kita
Jadi, tahun ini para calon anggota beruntung banget. Soalnya sebelum menjadi anggota, kami diberi pembekalan tentang musik dan paduan suara dari dasar banget. Semua anggota akan mendapat ilmu musik dari nol, jadi buat yang belum punya pengalaman bermusik ga usah takut buat masuk PSM SSÇ. Semua calon anggota yang awalnya berjumlah 100 lebih akan terseleksi sendiri oleh alam. Kemudian dibagi menjadi 4 kelompok latihan. Kami diberi buku partitur lagu-lagu klasik yang kami pelajari selama berada di kepelatihan ini.


100 orang lebih itu kemudian memang benar terseleksi sendiri oleh alam. Terbukti, hanya 80-an saja yang terdaftar menjadi anggota ujian. 20-an sisanya? Mereka telah membuat pilihan. Di kepelatihan ini, hanya diberi kesempatan untuk tidak mengikuti latihan maksimal 3 kali. Banyak yang sudah diberi tinta merah karena melebihi batas maksimal. Nah, ujiannya berbentuk apa saja? Ada dua sesi ujian. Ujian hari pertama adalah ujian individu. Masing-masing individu akan masuk ruangan yang berisi para penguji yang siap melahap kita habis-habisan. Beneran. Saking gugupnya, nada do ke re saja aku sampai tidak pas. Yang diujikan itu materi-materi yang sudah diajarkan sejak pertama masuk SSÇ. Tentang partitur, menentukan nada dasar, voicing, cara mengambil napas, macem-macem deh pokoknya. Saking takutnya, aku sampai berlatih setiap hari dan menulis semua materi di cermin kamar kos. Sampai-sampai aku tidak belajar Fisika demi ujian ini, hihihi nakal ya. Setelah ujian individu, ada ujian kelompok. Setiap kelompok diuji menyanyikan lagu My Silence Now Speaks For Me bersama konduktor yang telah ditunjuk dari tim kepelatihan. Setelah itu, kami bernyanyi bersama 1 kelompok lain lagi yang ditunjuk di depan 16 juri dari tim kepelatihan.

Setelah melalui semua tahapan ujian, kami akan diberi sertifikat dengan predikat Diploma Emas (Gold), Perak (Silver), dan Perunggu (Bronze). Bayangkan, semua yang sudah kami lalui selama 1 semester harus kami perjuangkan hanya dalam 2 hari ujian.

Dan setelah udah putus asa menunggu karena pesimis banget rasanya bisa dapet Silver aja, hari pengumuman dateng juga. Kami dikumpulkan di ruang ublek SSÇ. Kami dipanggil satu persatu dan diberi sertifikat. Alhamdulillah, kelompok 3 (kelompok latihanku) dapet juara 2 dan kelompok A (kelompok 1 dan 3) dapet juara 2 juga, hehe. Kelompok A dan 3 mendapat predikat Silver. Juara 1 dari kelompok 1, juara 3 dari kelompok 2, dan juara 4 dari kelompok 4. Dan konduktor berinterpretasi terbaik disandang sama Mas Candra.  

Gimana-gimana yang paling ditunggu-tunggu adalah sertifikat individu yang bakal nentuin latihan ke depannya. Waktu semua udah dipanggil, tinggal aku dan beberapa teman yang namanya belum disebut.

"Yang namanya belum disebut, silahkan menemui Pak Anang di office," kata Mas Widi.
Langsung deh, jantung mau copot rasanya, udah nahan air mata gitu, hehehe. Waktu di kantor SSÇ, aku sama Nana (temen baru nih) langsung pegangan tangan.

"Kalian tau kenapa kalian ada di sini?" kata Mas Latih, ketua umum SSÇ waktu itu.
"Kalian ngerasa bisa ngga ujian kemarin?" sahut Pak Anang.
"Kalian janji bakal konsisten ada di sini? Janji mau tetep belajar lagi apa pun hasilnya?" kata Mas Latih.
"Iya mas, belajar kan ga ada berhentinya," sahutku gugup.
"Yakin? Bener? Semua kakak-kakak lama juga awalnya bilang gitu, akhirnya rontok..." Mas latih menimpali.

Setelah interogasi yang panjang sekitar 5 menit, akhirnya Pak Anang memecah bayanganku yang udah mau mati,
"Ini buat Dina...ini buat Nana" sambil ngasih sertifikat.

Yaaaaaaaaaaaa rasanya kayak jagung yang digoreng trus meletup-letup tapi ga bisa ke luar gara-gara kepentok tutup panci trus pas tutupnya dibuka, pop corn-nya pada loncat ga tau ke mana-mana...subhanallah...ga sia sia....

Alhamdulillah, aku termasuk orang yang beruntung bisa diberi kepercayaan untuk menjadi Diploma Gold. Ga sia-sia selama ini latihan sampe malem, kujanan, kedinginan, sampe capek juga. Semoga aku bisa menjaga amanah SSÇ yang udah ngasi hadiah ini. Semoga aku ga ngecewain, dan aku bisa buktiin kalo aku emang pantes dapet gold.

Bismillah...kurang selangkah lagi aku bisa jadi anggota resmi PSM Swara Satata Çakti :-)