Followers

Tuesday, November 29, 2011

Ibu Kedua

25 November 2011

"Terpujilah wahai engkau, ibu, bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku...

'Hernawati'. Begitulah satu kata yang beliau tulis di papan saat awal berkenalan dengan kami. Lalu, beliau mulai memberi garis pada dua suku kata yang ada di tengah kata itu. 'Erna'. Lalu beliau mulai mengutip lagu "Berkibarlah Bendera Negeriku" dengan mengganti satu kata menjadi "...bendera Stetsaku". Begitulah beliau akrab disapa, Bu Erna. Saat ada bersama beliau, kami memang selalu memanggilnya Bu Erna. Tapi, jika di luar kelas, kami lebih suka memanggil dengan sebutan Mam Er. Jika kalian belum mengenalnya, bahkan hanya mengenalnya sekedar dari cuap-cuap atau mulut ke mulut orang yang hanya bisa sekedar berasumsi tanpa mengalami, pasti kalian akan berpikir negatif tentang beliau. Entah mengapa sebagian besar murid di sekolahku selalu takut dan lebih memilih jalan pintas untuk menghindar jika berpapasan dengan beliau. Demikian pula aku. Awalnya, aku seperti itu. Tapi ternyata, aku salah besar. Ada makna di balik senyum Mam Er.

Semua baktimu akan ku ukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku 'tuk pengabdianmu

Memang. Jika kalian belum mengenal beliau, kalian pasti menganggap beliau orang yang jutek. Sekali. Bahkan, kalian bisa saja menganggap beliau banyak maunya, sok disiplin, bahkan jahat. Tapi kalian salah. Aku juga awalnya salah. Namun, aku telah menemukan jawabannya sendiri. Beliau tidak jutek. Beliau hanya ingin menunjukkan pada kita, bahwa seorang guru, seorang ibu, juga harus menjadi seorang teman. Namun, sikap yang beliau tunjukkan mungkin akan terlihat jutek dan terkesan jaga image. Tapi, itu semua hanya untuk mengajari kita, bahwa walaupun orang tua adalah teman, tapi kita ingat, bahwa ada tirai pembatas yang semu namun tetap harus dijunjung tinggi, yaitu rasa hormat. Beliau memang banyak maunya. Tapi, itu adalah tuntutan, acuan untuk kita agar kita optimis dan bisa membuktikan pada beliau, bahkan pada khalayak bahwa kita memang bisa memenuhi tuntutan itu. Beliau memang disiplin. Beliau dibesarkan di lingkungan militer, karena notabene sejak kecil dididik oleh seorang ayah yang berprofesi sebagai tentara. Namun, itu yang aku suka. Lihat, saat pelajaran beliau, mana ada yang bajunya tidak rapi. Seragamnya tidak beratribut lengkap. Buku tidak rapi. Dan semua serba on time! Beliau tidak hanya sekedar mengajar, namun juga mendidik. Bahkan, sebagian besar waktu pada jam pelajaran, beliau gunakan untuk mendidik kami, bukan mengajar kami.

Siapa lagi guru yang mau turun langsung ke lapangan saat praktik drama, membenahi blocking kami, bahkan sampai beliau lupa memakai kembali alas kakinya.

Beliau bahkan tidak peduli apa kata orang nanti, beliau tetap ingin mengajar kami. Bahkan saat beliau sakit, beliau tetap memaksakan diri.

Aku suka cara mengajar beliau. Kami tidak hanya dituntut pintar menyelesaikan soal. Tapi juga life-skill kami benar-benar diasah tiap pelajaran beliau. Aku suka, karena di sini kami tidak hanya sekadar membaca. Tapi juga menulis, mengarang, bernyanyi, berakting, berpuisi, dan kami jadi tahu, kami memang bisa itu. Beliau juga selalu memberi alasan yang tepat terhadap permasalahan dalam soal. Jadi, kami tidak pernah ragu jika beliau mencetuskan satu jawaban. Dan siapa lagi, guru yang mengarangkan sebuah puisi secara cepat di hari ulang tahun salah seorang dari kami...dan aku ditugaskan untuk membacakannya di depan kelas, sungguh suatu kehormatan.

Beliau juga tidak lupa mengajari kami caranya berbagi. Di akhir tahun ajarannya waktu kami masih kelas 11 kemarin, ia mengajarkan kami berbagi dengan cara bertukar kado satu kelas. Beliau juga tidak lupa untuk memberi sebuah kado pada dua orang temanku, Amal dan Dias, saat mereka berulang tahun. Di saat kami belum bisa memberi, beliau sudah selalu di depan untuk memberi. Siapa lagi guru yang seperti ini?


Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Hari-hari yang kami lalui dengan beliau memang terasa sangat menegangkan. Kami harus selalu berlari-lari satu kelas tiap perpindahan pelajaran ke pelajaran Bahasa Indonesia, karena sekolah kami memiliki sistem moving setiap pelajaran, hanya untuk mendapatkan tempat paling aman agar tidak tegang saat beliau sedang sedikit tegas. Tapi, justru itulah serunya. Jangan pernah mengaku sekolah di SMAN 4 Malang kalau belum mengalami hal ini, hehe.

Beliau suka sekali foto dengan kami. Beliau juga mengajari kami rasa hormat tidak hanya di depan beliau saja. Dan tidak hanya dengan beliau saja. Saat kami menyapa dan bersalaman dengan beliau, beliau juga selalu mengingatkan agar kami tidak lupa juga bersalaman dan menyapa guru yang lain, terutama yang ada di sebelah beliau saat kami bertemu di jalan. Dan siapa lagi guru yang memelukku dan memberi dua kecupan di pipi kanan dan kiri, beberapa hari sebelum aku berangkat ke Purwokerto untuk operasi skoliosisku? Lalu beliau mulai memanggil guru yang lain untuk memberiku semangat sebelum aku tidur di meja operasi.



Beliau selalu menyatukan kami dengan foto-foto ini. Dan momen-momen ini.

Beliau tidak peduli saat rata-rata guru membawa sepeda motor atau bahkan mobil ke sekolah. Beliau rasa cukup dengan angkutan umum yang setiap hari tidak pernah lupa untuk mengantar-jemput beliau. Bahkan, saat beliau satu angkutan dengan temanku, Abi, dan tas Abi tertinggal di angkot, beliau juga yang membawakannya.

Begitulah beberapa kisah yang mungkin bisa menjadi salah satu inspirasiku dalam hidup. Terkadang, saat kita bisa memberi, dan itu cukup, kita tidak perlu berandai-andai akan mendapat balasan apa. Mereka adalah guru kita. Mereka ada di sekitar kita. Tak perlu jauh-jauh untuk mencari orang yang bisa disanjung. Mereka tidak butuh apa-apa. Tidak butuh pujian bahkan sekali pun itu hanya diingat, mereka tidak berharap demikian. Gaji mereka satu bulan, tidak sebanding dengan keringat mereka mendidik kita semua. Bukan hanya mengajar. Jasa mereka tidak bisa diukur. Yang mengajariku menulis dari nol. Yang mengajariku membaca dari nol. Yang mengajariku menjadi sampai sejauh ini, sampai aku bisa menulis sebanyak ini, padahal dulu, aku baru bisa membaca ketika kelas 1 SD, beda dengan teman-temanku yang sudah fasih sejak TK.

Bu, Pak, ketika besar nanti, aku juga ingin menjadi seperti kalian. Tidak peduli teman-temanku akan menjadi dokter, akuntan, arsitek, insinyur, bahkan jutawan sekali pun, cita-citaku masih tetap sama, guru. Tidak peduli seberapa besar gaji yang akan aku dapat, aku ingin bisa mendidik dan mengajar. Tidak peduli salah satu temanku menertawakanku dengan "gaya mengajar murid TK" yang menurutku ia lebih mirip dengan "orang yang kehilangan akal" saat aku mengatakan, "Aku ingin jadi guru", aku masih tetap sama.

Selamat hari guru, tetaplah menjadi seorang guru, guru!

Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa..."

What's New?

Terimakasih buat kepercayaan belasan pelanggan yang notene sih memang teman-teman sekolah saya dan teman sekolah Mba Hani yang sudah berkontribusi dalam hal ikut meramaikan usaha Mba Hani, kakak saya. Hehe...

Nah, buat mempermudah pemesanan, kami telah membuat display book yang berisi macam-macam warna benang, dan macam-macam bentuk rajutan dan aksesoris lainnya.


Ada barang baru nih pemirsa... Hanie's Handmade juga telah meluncurkan (apa deh peluncuran segala, roket kali) gelang-gelang baru lho... Harganya hanya berkisar di bawah 5 ribu rupiah. Murah, bukan? Kualitasnya pun bagus, dengan paduan warna yang feminin ;-)









Ada juga gelang rajutan!


Kalung juga ada, dan harganya hanya 13 ribu!





Mari terus berkarya, jangan ragu untuk mengeksplor kemampuan kalian! Salam ;-)

Operator Abal-Abal

Aku tidak perlu takut kesepian lagi. Tidak perlu takut handphone-ku jadi sepi karena kamu sudah tidak pernah menghiasi Si Mesin Balok Besi Kecil ini dengan kata-kata manis yang bisa membuat aku melayang ke seluruh galaksi Bimasakti, Andromeda, dan bertemu manusia planet yang unik sambil berteriak "hai" lalu dikirim lagi ke bumi dan dihempas ke Samudera Hindia bertemu dengan warga Bikini Bottom dan ditendang oleh David Jones ke tempat dudukku. Aku tidak perlu takut lagi.

Kenapa? Apa aku sudah punya yang baru? Apa aku memang sudah melupakanmu? Apa karena Si Mesin Balok Besi memang sudah dijual? Tidak. Jawabannya tidak. Lalu kenapa? Ya. Karena aku lupa, aku masih 'selalu' punya mereka. ME-RE-KA. Teman. Ya. Teman. Mereka yang selalu menghiasi dekorasi yang kurang pas di pesta perasaanku yang kadang hampir gagal padahal tinggal 1 menit untuk launching. Mereka yang selalu ada, membuatku ketawa-ketiwi sebelum tidur hanya karena sms mereka yang membuatku seperti orang gila dengan mata sudah tinggal 5 Watt tapi masih saja tertawa setelah selesai membaca doa sebelum tidur. Mereka yang selalu menemaniku mengerjakan tugas-tugas aneh yang dijadikan ajang mencari prestasi. Mereka yang membuatku ingin selalu melihat ke arah Si Mesin Balok Besi ini setiap menit.

Yanuar, atau biasa kami panggil Bos John, Taju, Ridho, atau biasa kami panggil So, Dheni, atau biasa kami panggil Icus, selalu memenuhi layar Si Mesin Balok Besi kami sekelas tiap malam. Bahkan kadang mereka bertindak sebagai operator kelas yang menyampaikan pesan ke seluruh anggota kelas. Bahkan kadang hanya mengirimkan guyonan-guyonan aneh, bahkan juga puisi cinta. Lihat!

Seru sekali, bukan?

Sweet Moment for Fitri

Senin, 14 November 2011

Ulang tahun itu, bukan masalah bagus tidaknya angka. Bukan masalah masih pantas diberi embel-embel 'sweet' atau tidak. Bukan masalah di mana kita akan merayakannya. Bukan masalah kejutan apa yang akan kita dapat. Bukan masalah siapa yang akan ingat. Dan bukan masalah filosofi kado yang akan membahagiakan kita. Tapi, ulang tahun itu harusnya menjadi syukur akan hembusan napas yang masih bisa kita nikmati gratis, tanpa bunga, selalu ada diskon, dan berkualitas sama. Selamat ulang tahun yang ke-18, Fitri Gandamana...

Kami benar-benar kurang persiapan. Kami juga bukan a perfect surprise maker. Awalnya kami hanya ingin memberikan kado ini buat Fitri, tapi Bu Yuli, seorang librarian di sekolah kami, menyarankan agar kami memberi kue kecil-kecilan dan diberi lilin di atasnya. Kami langsung bilang, "Oke! Siap, bu!" dan Bu Yuli memberi satu pesan cantik untuk kita, "Kalau masih sekolah gini, kebersamaan sekecil apa pun itu bisa bikin kita kangen ntar waktu udah gede". Aku terharu mendengarnya. Spontan kami berlari cepat menuju ke toko makanan ringan di sekolah kami, yang biasa disebut Wartel Mas Her. Kami memilih kue kecil yang sekiranya bisa ditancapi lilin. Kami berharap ada donat di sana, ternyata tidak ada. Akhirnya kami memilih kue ini.


Sebagian anak-anak kelas mencoba tenang seperti tidak ada apa-apa, sebagian lagi sibuk menutupi lilin agar tidak mati. Sementara beberapa orang pura-pura tidak mematikan lampu kelas, pura-pura mati lampu, padahal jelas ia yang mematikan, hahaha konyol. Lalu beberapa surprise makers datang ke kelas disambut atmosfir kelas yang mengumandangkan lagu Happy Birthday to You. Dalam keadaan gelap, hanya lilin yang paling terang, terlihat berjalan sendiri menghampiri Fitri. Lalu semua meneriakkan "tiup lilinnya!" dan kelas padam karena si lilin sudah sampai pada tugasnya.


Selamat ulang tahun, Fitri, semoga apa yang kami beri ini bisa bermanfaat. Terima kasih telah memakai tas itu, itu bukan apa-apa dibanding persahabatan kita semua selama hampir 2 tahun kita bersama...dengan Chemisthree juga tentunya ;-)


Monday, November 07, 2011

Elegi Cinta Absurd

Just don't you ever love a guy who is not looking for your heart. Please, love a guy who is loving you, though you are you, not what he want to be.

Dua bulan. Itu bukan waktu yang lama jika dikalkulasi dengan angka. Namun, kalkulator hati punya perbedaan asumsi. Ia sangat lama. Mungkin sudah dua bulan silam setengah hatimu yang tertinggal di tubuhku ini berusaha lepas. Namun ia berontak, ia tidak mau lepas. Aku masih menyimpannya. Kali ini, izinkan kali ini saja aku ingin menuangkanmu untuk yang terakhir kali dalam tulisan, boleh kan?

Aku ingin cerita, aku sudah bisa menghapus semua memori tentang siluet-siluet wajah dan semua kisah Rapunzel yang pernah kamu terjunkan. Aku sudah bukan Cinderella, aku kembali menjadi Upik Abu saat sihirmu kamu cabut dari ubun-ubunku. Benakku terasa lebih ringan, ringan akan kebahagiaan yang sesungguhnya semu. Ia semakin berat, bukan berat akan kebahagiaan juga, namun makin berat akan pedih dan trauma yang sulit untuk dibalut hansaplast bahkan meja operasi pun tidak mungkin sanggup menyembuhkannya.

Aku sudah bisa mengubur dalam-dalam semuanya, dan aku yakin ia tidak mungkin bangkit dari tidur panjangnya. Aku sudah mencuci otakku sendiri. Bahkan untuk sekedar mengucap kembali melodi indah bernama 'cinta', aku harus mengejanya lebih dari seratus kali. Ya. C-I-N-T-A.

Refleksimu menghilang seiring pasir waktuku habis terjun terkena gravitasi. Aku sudah hilang ingatan, makhluk seperti apakah kamu, yang pernah memberikan hangat dalam kedinginanan batu es dalam kalbuku. Ia lalu datang. Iya. Ia. Perlu diulang? I-A. Ia adalah makhluk Tuhan lain yang dikirimkan mungkin untuk menggantikan jabatanmu dalam hierarki tertinggi kekuasaanmu yang pernah harus mengelola sanubariku.

Ia berbeda denganmu. Tentu saja. Tidak bisa dibandingkan karena memang tidak ada ada yang perlu. Tidak ada yang perlu dikomparasikan. Namun, aku terlalu cepat untuk mengayuh. Semakin cepat pula aku terjatuh. Jatuh tersungkur. Ia tidak lebih baik darimu. Beruntungnya aku, ia hanyalah pemandangan indah. Tidak lebih dari itu. Setidaknya ia pernah membuat simpul bibir manisku tersenyum untuknya dan untukku. Apa beruntungnya? Ya, untung saja aku tidak mudah tertipu untuk kedua kalinya.

Maafkan aku mengingkari janji. Aku berbohong jika aku sedang tersenyum. Sejujurnya, senyum itu adalah cara baruku untuk menangis. Tapi tidak terdengar.

Biarkan melodi cinta itu terdengar dengan sendirinya di telingaku. Aku tidak lagi akan memaksakan mendengarnya. Karena jika ternyata aku tidak mampu mendengarnya, aku bisa menurunkan hujan badai selalu

...cinta memang absurd.

Happy Birthday to Mocca



Pernah tidak, mengalami hal seperti ini? Bagaimana jika orang yang kamu sayangi akan berulang tahun 2 jam lagi dan kamu belum mempersiapkan kado apa pun? Yap. Rasanya sangat mendebarkan. Menakutkan. Menegangkan. Takut kalau seseorang itu akan kecewa dengan kita. Takut jika kita akan dicoret dari list orang tersayang yang ada pada mereka. Takut kalau kita tidak bisa menjadi sahabat. Kurang lebih seperti itulah apa yang aku dan Dini, saudara kembarku rasakan.

Akhir Oktober lalu, Mocca, band indie asal Bandung yang sudah kami sukai sejak masih SD, berulang tahun yang ke-12. Para Swingingfriends, komunitas pencinta Mocca mengadakan kontes yang bertajuk Mocca HBD Contest. Kontes ini bertujuan memilih 2 pemenang yang bisa mengucapkan 'happy birthday' ke Mocca sekreatif mungkin melalui foto, video, tulisan, dan lainnya. Nah, aku dan Dini baru tahu kontes ini satu hari sebelum batas akhir pengumpulan.

Sebenarnya bukan masalah jika waktu yang tersisa adalah 1 hari. Yang dipermasalahkan adalah, aku dan Dini sudah kelas 12. Jadwal belajar kami padat, belum lagi tugas dan ulangan yang segudang, membuat kami baru bisa memulai mengerjakan video ini 3 jam sebelum batas akhir pengumpulan. Apalagi di website Mocca, tercantum counter batas waktu pengumpulan. Kami langsung berteriak menanggalkan semua buku kami dan cepat-cepat menyusun ide video apa nantinya. Dengan keterbatasan waktu, akhirnya kami cepat-cepat membuat video ucapan ini dengan terlebih dahulu menyalakan lilin yang nantinya akan kami tiup. Sebelum itu, kami harus men-charge kamera pocket kami yang baterainya sudah di ambang batas kemiskinan. Belum sempat penuh baterainya, kami langsung cepat-cepat membuat video hancur yang sudah lebih dari 5 kali take.

Kami menggabung-gabungkan semua foto-foto kreatif yang pernah kami buat untuk Mocca, dan menyiapkan lagu apa yang akan kami pakai. Aku mengeditnya dengan kecepatan super duper ekstra ultra cepat, sampai-sampai komputer butut kami meroweng tanda kecapaian. Mana software Movie Maker kami sempat error saat kami memakainya. Dini terus saja melihat timer count-down di website Mocca. Dia juga sempat membuka video kiriman peserta lain yang menurutku lumayan lucu. Aku sampai marah-marah kepadanya karena hal itu hanya akan membuat aku semakin frustasi. Semua orang sudah tertidur lelap di rumah ini. Tinggal aku dan Dini yang terjaga demi pemusik penghilang jenuh kami. Malam itu tanggal 31 Oktober, dan hari sudah menunjukkan tanggal 1 November saat video ini selesai aku edit.

Timer menunjukkan pukul 12 lewat, dan aku belum mengunggahnya ke e-mail yang disediakan. Akhirnya kami berhasil mengunggahnya, dan kami harap-harap cemas apakah kami tertinggal atau tidak. Sampai jam 1 malam, kami belum juga mendapat balasan. Akhirnya kami pasrah, kami perlu istirahat. Aku dan Dini tidur bersama di kamar Dini sambil sama-sama cemas. Apakah kado itu diterima atau tidak.

Dua hari kemudian, aku mendapat mention dari akun Twitter pacar kakakku. Dia tanya, "Bagaimana, menang tidak?". Aku hanya menjawab, "Memang sudah ada pengumumannya? Pesimis, mas,". Dan beberapa menit kemudian, ia men-chat-ku lewat Facebook. Selamat ya, Dina-Dini, kalian menang! Spontan aku tidak percaya, lalu aku membuka Twitter @Moccaofficial untuk mendapat kepastian. Dan... Ternyata memang benar! Kami menang! Oh God! Kami menang!

Click to enlarge:

Inilah beberapa tweets dari akun official Mocca


Kak Arina, sang vokalis juga menyempatkan diri lho :')



Ini bukti bahwa kami menang, 2 pemenang utama akan dipajang di page paling atas. Kami juara dua, dan juara satunya juga tidak kalah menarik, bahkan sangat kreatif karena dia mengarang lagu sendiri lho untuk Mocca, salut!


Aku tidak menyangka, kami bisa menang. Padahal awalnya kami kurang persiapan, ditambah lagi pesimistis yang sangat tinggi membuatnya mustahil rasanya untuk menang. Bahkan lebih dari itu ternyata, kami bisa puas. Bukan karena hadiahnya yang kami cari, tapi kami senang, bisa mengutarakan ketulusan kami dan menunjukkan pada semua bahwa kami bisa :-D. Happy birthday, Mocca. Tetap bersinar...

Tren Manisan

Entah kenapa akhir-akhir ini marak makan manisan di kelasku. Semua bermula ketika Mbak Atik, penjaga Kopsis menjual manisan mangga dan anak-anak kelasku selalu berebut ketika ada yang beli. Dan otomatis, manisan di Kopsis selalu habis terjual. Saking gemesnya banyak yang ngga kebagian, kami berinisiatif untuk membuatnya. Beberapa cewek termasuk aku, berlomba-lomba untuk memasak manisan sendiri. Nana dan Pipit, temanku, sampai rela muter-muter nyari orang yang punya pohon mangga yang masih muda. Bahkan Ridho, seorang cowok pun ikutan bikin manisan mangga. Kebetulan sahabatku, Ernita punya pohon mangga di rumahnya, jadi aku tidak usah mencari jauh-jauh, hehe. Mari memulainya!

Kupas mangga muda lalu potong-potong, satu mangga saja bisa jadi banyak, lho...


Rendam di air garam, angkat. Lalu Campurkan gula dan cabai yang telah dipotong-potong ke dalam air matang sedikit saja. Rendam hasil rendaman mangga yang tadi di dalam air tersebut. Bila mangga sangat keras, rebus sebentar agar sedikit empuk, dan warna mangga menjadi kuning tua.


Masukkan kulkas semalaman agar mangga terasa lebih enak. Nah, sekarang saatnya dibungkus. Ini kali kedua aku membuatnya dan aku bawa ke sekolah. Ingat, sebelum makan manisan, isi perut dulu ya ;-)



Sunday, November 06, 2011

Iseng Bermanfaat?


Trailer film pendek ini dibuat oleh Radea, teman sekelasku yang menurutku sangat berbakat di bidang seni perfilman dan seni tarik suara. Setiap istirahat, dia selalu bereksperimen. Entah itu mengajakku untuk menyanyi bersama mengubah lirik lagu berbahasa Inggris menjadi lirik lain dalam Bahasa Indonesia, menyetel musik keras sekali berisi lagu-lagu Internasional, sampai yang satu ini: dia suka mengajak anak-anak di kelas untuk bermain film iseng-iseng lewat Blackberry-nya :-D

Menguyah Nasi

Kali ini aku akan menunjukkan salah satu hasil karyaku dan Teater SETIA (Stetsa Imaginer of Art) SMA Negeri 4 Malang di dunia perfilman, hehe. Walau bisa dibilang kami bukan spesialis film karena kami hanya pernah 3 kali membuat film, namun kami tetap berusaha untuk menjadi lebih baik dalam dunia seni peran.

Film ini dibuat untuk mengikuti Festival Film Pendek Remaja se-Kota Malang 2011 yang diadakan oleh MGMP. Ide cerita dan naskah, aku yang menulisnya. Film ini berkisah tentang seorang gadis remaja yang tidak bisa mensyukuri nikmat makanan yang diberikan Tuhan. Lalu ia bertemu dengan dua orang gelandangan yang untuk makan sebutir nasi saja harus mengais di tempat sampah. Pada akhirnya, gadis ini tersadar akan betapa pentingnya arti mensyukuri nikmat dari yang di atas.

Oke, begitulah sinopsisnya, selamat menonton! :-D

New Look

Perhatiin deh, blogger, maklum lah karena saya orang Indonesia tulen, jadi wajar kalau nulis Bahasa Inggris suka typo atau biasa disebut salah cetak. Akhirnya saya memutuskan untuk mengganti header.


Dan karena saya bosan dengan header yang itu-itu saja dengan menggunakan foto sendiri, saya mencoba menggambar avatar saya sendiri, hehe. Memang tidak bagus sih...tapi saya bangga bisa memakai karya saya di sini :-D. Happy reading! ;-)


Friday, November 04, 2011

Tentang Duplikasi

Dia Amira. Dia Amani. Mereka Amira dan Amani. Mereka dua. Ada dua. Mereka mirip. Ya, mereka kembar. Tapi mereka satu. Satu hatinya. Lucu...mereka lucu. Saat aku lihat mereka sangat mirip sekali tidak seperti aku dan Dini yang jauh dari kata mirip. Lucu saat Amira suka mencubit pipi Amani. Lucu sekali saat mereka sama-sama menunggu Abinya menjemput di depan sekolah. Saat Amira menunggu Amani untuk ke sekolah kami. Ya, Amani sekolah di sekolah tetangga.

Lucu saat Amani datang lalu aku bilang, "Gilaaaa mirip banget! Lucu!" . Lalu Amira bilang, "Tapi masih lebih cantik aku!". Dan Amani hanya diam tertawa pasrah seperti sudah biasa mendengar Amira cerewet. Amira lalu mulai bercanda tawa denganku dan salah satu temanku yang lain di depan sekolah. Saat aku bertanya apa mereka sering bertengkar, mereka hanya saling berpandangan sambil tersenyum lucu, lalu Amira mulai menjahili Amani lagi. Lucu melihatnya. Saat aku bertanya mengapa Amani tidak memakai softlens seperti Amira, Amani hanya menjawab, "Nanti aku kelewat cantik...". Aku hanya tertawa.

Lalu Amani bertanya, mana foto kembaranku. Aku membuka handphone bututku dan membuka galeri. Dia bilang memang kami tidak mirip. Dia bertanya lagi Dini sekolah di mana, Dini jurusan IPA, IPS, atau Bahasa. Aku jawab Dini di SMA 9, jurusan IPS. Sedangkan aku di SMA 4 jurusan IPA. Amani bertanya lagi dengan polosnya, "Mbak Dini jarang belajar, ya?". Aku lalu tertawa. Aku hanya menjawab, "Aku sama Dini sama malesnya, bidang kami saja yang berbeda, pikiranku lebih sempit dari dia, makanya aku masuk IPA".

Melihat mereka sungguh kompak, sangat kompak. Lucu...sampai teman-temannya bilang mereka sama usilnya. Mereka ceria, tanpa ada yang disembunyikan.

Rasanya semua berlangsung sangat cepat. Sepertinya baru kemarin aku menjawil hidung mancung Amani dengan jari telunjukku karena aku gemas. Baru kemarin aku melihat Amira dan Amani bertengkar guyonan sampai membuat aku tertawa. Baru kemarin aku melihat senyum mereka. Baru kemarin aku iri karena aku dan Dini tidak bisa seakur mereka.

Tuhan menciptakan duplikasi dari masing-masing makhluk yang ia kehendaki. Aku dan Dini. Amira dan Amani. Upin dan Ipin. Mereka punya tugas masing-masing. Mereka tidak dua. Tetapi satu yang diduplikasikan. Jika mungkin aku dan Dini berbeda, itu karena Dini adalah cerminku. Aku adalah cerminnya Dini. Kami tetap satu, walaupun mungkin suatu saat nanti ada waktunya tugas kami selesai.

Amani...karena tugas kamu sudah selesai...Allah ingin kamu menemani-Nya. Baik-baik di sana, ya, salam sama Allah. Kita semua di sini kangen sama kamu, kita semua di sini sayang sama Allah. Amira juga sayang banget sama kamu. Kamu jangan jahil ya, di sana. Amira masih ceria kayak dulu, lho. Dia kan kuat. Aku sampe iri liat keceriaannya Amira. Dia gadis yang pintar.

Selamat jalan, adek kecil, Amani :-)

Rigging Practices

Beberapa hari yang lalu sebelum UTS, kami mendapat tugas dari guru Penjasorkes buat melestarikan budaya Pramuka yang sudah lama kami tinggalkan semenjak kami dewasa, hehe. Monggo dilihat...