Pada suatu malam di pameran lukisan, di sebuah kafe, di lantai dua,
pinggir jalan...
Malam ini aku tidak berhasil
berangkat denganmu. Aku kadang tidak sadar kalau aku sudah bisa membawa kuda
besi sendiri sekarang. Tapi kadang aku bosan membonceng teman, aku ingin
dibonceng. Manja, ya? Kau berangkat dengan kudamu sendiri, aku pun demikian.
Tapi aku sengaja memarkir kuda besiku agak dekat dengan punyamu. Sesampainya di
kafe, kita berjalan sendiri-sendiri secara terpisah.
Terpampang banyak lukisan di
sini. Dan semua lukisan di sini tidak mainstream.
Ada juga botol-botol bir yang dimasukkan dalam keranjang bayi yang
difungsikan sebagai wadah putung rokok. Banyak orang-orang berambut gondrong
dan bergaya serabutan. Sedangkan kita semua datang dengan dandanan rapi,
warna-warni, dengan eyeshadow yang
menarik, sudah siap menyanyi bak biduan di atas panggung. Pemandangan yang
sedikit mengagetkan, terutama buatku, aku sempat sedikit bosan di sana.
Aku suka lukisan ini. Aku suka apa pun yang berbau hewan berbulu. Apalagi beruang dan panda. |
Sembari bosan, aku pura-pura saja
menikmati lukisan-lukisan di sana. Toh, aku masih bisa berimajinasi sambil
sedikit mengalihkan perhatian dan menyembunyikan kebosananku. Sambil sesekali
melihat jam biru tosca muda
kesayanganku yang sudah usang. Berharap kita semua segera menyanyi dan pergi
dari sana, karena aku sudah mulai mengantuk dan ingin tidur. Kadang sesekali
diajak foto oleh beberapa teman, untung saja mereka tau cara mengusir
kebosanan.
Mereka mengerti cara mengusir kebosanan |
Sesekali aku melihat ke arahmu
yang berjarak denganku, kira-kira 10 meter atau lebih. Kamu mulai berjalan
menikmati lukisan-lukisan itu, dengan mereka yang mengerti cara menikmati dan
mengapresiasi lukisan. Sambil sesekali menunjuk dan mengangguk-anggukkan kepala
tanda mengerti. Lalu kamu berhenti pada satu lukisan. Dan mengeluarkan kotak besi
selularmu. Kamu mulai merangkak ke lukisan yang lain. Diam-diam aku menghampiri
lukisan yang tadi sempat kamu berhenti lama di sana. Aku amati tiap detilnya.
Tidak ada sesuatu yang istimewa. Menurutku itu hanya lukisan kegelapan.
Aku duduk tepat di dekat lukisan
itu. Sambil mengeluarkan kotak selularku. Itu pertanda aku mulai bosan dengan
sekitarku. Ada satu pesan. Aku buka. Darimu.
“Kau berikan sebuah telur, telur besar yang
entah apa isinya, lalu kau pergi, kemudian telur itu menetas. Menetaskan seekor
burung, burung yang entah mengapa membuatku sakit. Burung itu memakan hatiku
hingga kosong dan berlubang. Baiklah, terima kasih.”
Tiba-tiba jantungku berdebar. Aku
tidak mengerti maksud pesan singkatmu. Aku balas sekenanya,
“Apa telur itu terlalu cepat menetas dan
menetaskan sesuatu yang salah...harusnya bukan burung, karena ia mudah terbang
bebas. Mungkin bebek, yang mudah ditangkap dan tidak terbang?”
Lalu balasan secepat kilat datang
darimu,
“Hahaha, serius amat. Itu lho...tulisan di
lukisan yang nempel tiang, di belakangmu...”
Sedikit malu dan tidak percaya,
aku bergegas berdiri dan melihat lagi lukisan itu. Iya, ada. Kamu mengamatinya
sampai ke detil terkecil. Tulisan itu ada di di tengah lukisan itu dan tidak
terlalu terlihat bila dilihat sekilas. Namun ada beberapa kata di awal yang
kamu buat sendiri. Aku bingung membalas apa.
“Iseng!”,
balasku.
“Hahaha ;-)”,
balasmu lagi.
“Mohon
ditunggu,” aku bingung membalas apa, aku tulis kata-kata yang ada di lukisan di
sampingku.
“Oke...ditunggu,”
balasmu.
“Itu tulisan
di lukisan juga! Hahahaha!” balasku puas.
“Botek -__-“,
katamu. Botek dalam bahasa Jawa berarti berbohong.
Salah satu band yang mengisi acara. Ia menyanyikan lagu My Only One-nya Mocca malam itu. Menemani kebosananku. Aku suka Mocca. |
Lalu surat-menyurat elektronik
kita berlangsung walau kita hanya berjarak beberapa meter. Dan akhirnya terhenti
saat tiba waktunya kita harus menyanyi. Kita semua menyanyi lagu cinta itu
dengan ceria. Sambil sesekali (dan selalu sesekali), aku melihat ke arah
senyummu. Lucu. Rasanya ingin lebih lama dan lebih panjang lagi lagu itu.
Selesai menyanyi, aku hampiri
kamu. Dan kita tertawa bersama, walau sebentar karena terhenti dengan ucapan “cie
cie” dari salah seorang teman. Sudah, begitu saja...
Lalu kita semua turun, menikmati
kue yang diberi oleh penyelenggara acara. Setelah selesai, aku dapati si Magic,
kuda besiku, terjepit di antara kuda besi-kuda besi yang lain. Dan di sana ada
kamu, sedang berusaha mengeluarkan kuda besimu. Dan akhirnya tiba pada satu
saat di mana hanya dengan ke luarnya kuda besiku, punyamu bisa ke luar dari
tempat parkir itu.
Aku berikan kunci si Magic
padamu. Kamu mengeluarkannya. Misiku berhasil.
“Makasih ya...”,
ucapku.
Setelah itu kuda besimu sudah
bisa ke luar. Dan kita pulang. Secara terpisah. Sudah. Begitu saja...
No comments:
Post a Comment
Comment here