Followers

Saturday, July 05, 2014

Cerpen: Semoga Cepat Sembuh!

Ini hari keempat Rose mulai muak hanya bisa tertidur di kasur yang ukurannya setengah dari kasur kamarnya di Romanland, kota yang terletang pada 07º 59’ LS 112º 36’ BT. Ia mulai merindukan memeluk boneka kelinci berukuran tinggi 50 inchi dan berbulu ungu di kamarnya itu, yang selalu jadi bantal air matanya, sampai warnanya tak lagi ungu. Tapi ungu muda. Hari ini infusnya sudah dilepas. Tapi dokter belum memperbolehkannya untuk pulang. 

Tidak pernah dalam sehari ia tidak melihat senyum bocah-bocah mungilnya di sekolah. Ia sudah sangat merindukan kelas. Rose merindukan pekerjaannya sebagai seorang guru di sekolah dasar favorit di kota itu. Rose hanya bisa menghibur diri dengan beberapa game di smartphone-nya pagi ini. Tak lupa, ia tak pernah lepas dari kaleng-kaleng obat galaunya, Bear Brand Malt Putih.

"Ah, aku terlalu pintar untuk semua game ini!" kata Rose dengan nada cukup bosan.

Tiba-tiba smartphone-nya bergetar. Moon. Itu Moon. Pria yang sudah sangat ia harapkan untuk datang sejak empat hari yang lalu.



***
Tak lama setelah chat terakhir masuk, siluet Moon di balik pintu kamar inap bernama Atlas tersebut terlihat. Sambil membawa empat kaleng Bear Brand yang dinginnya sampai berembun-embun, ia mengetuk pintu, Rose bergegas merapikan rambutnya. Tok, tok, tok...

"Siapa?" tanya Rose yang sebenarnya sudah hapal benar postur lelaki idamannya tersebut.

"Bear Brand!" jawab Moon menirukan gaya pengantar pizza di kompleksnya.

"Ahaha... Masuk!" Rose mempersilahkan Moon.

"Bear Brand segar di siang hari, nona?" kalimat pertama Moon sambil menatap mata manja wanita itu.

"Angin apa yang membuatmu tiba-tiba ke mari sambil berdandan ala Mas Broto pengantar pizza di Ambarawa? Kamu nggak sedang mabuk, kan? Atau kamu tiba-tiba bermimpi aku mati, jadi kamu mau ngasih kesan terakhir yang baik sama aku sebelum kamu kehilangan waktu?" celetuk Rose setengah tidak percaya dengan kehadiran pria yang memiliki tingkat jaim kelas Lee Young-jae itu.

"Aku juga tidak tahu, cenayang mana yang tiba-tiba menghipnotisku untuk ke mari. Anggap saja dua dugaanmu tadi semuanya benar" jawab Moon malas berpikir.

Keduanya lalu saling bercanda. Andai saja ruangan itu adalah ruangan inap kelas tiga, mungkin penunggu pasien lain akan bergantian melirik keduanya sambil melempar isyarat ampuh, "Psssssssttt!". Keduanya terlampau bahagia untuk saling beradu mata. Menikmati obat galau paling mujarab sedunia sambil sesekali bergelut manja dengan kata-kata. Tidak peduli terik di luar jendela, alat pendingin di ruangan ini lebih bisa terasa hangat karena berperang dengan aura yang dipancarkan keduanya. Ramah, manja, hangat, dan nyaman. 

***

Sudah dua jam. Akhirnya Moon setengah tertidur sambil duduk, kepalanya bersandar di samping kanan Rose. Tangannya menggenggam erat tangan kanan Rose. Seperti adegan yang lazim di film-film roman picisan. Moon sebenarnya ingin tidur satu bed dengan Rose, tapi tidak mungkin. Selain karena mereka belum menikah, Moon tidak mau kena gertakan suster-suster galak yang sedang jaga keliling, "Maaf mas, penunggu ngga boleh duduk di bed!". 

"Semoga cepat sembuh..." bisik Rose pada Moon.

"Kok aku, kamu yang cepat sembuh..." jawab Moon sambil masih telungkup kepalanya di samping Rose. Suaranya lebih terdengar seperti ini, "Ouk a'u, amu ang e'at hembuh...".

"Fisiknya sih aku. Tapi yang lebih butuh ucapan itu harusnya kamu. Kamu yang cepat sembuh ininya. Hatinya. Biar nggak bodoh terus. Aku berharap kamu cepat sembuh dari kebodohanmu. Menyia-nyiakan aku."

Sambil berkata demikian, tangan kiri Rose setengah ragu ingin mendarat mengelus rambut Moon. Tapi gagal. Moon bangun duluan.

"Boleh aku memelukmu?" tanya Moon.

"Boleh, tapi aku belum mandi. Jadi...ngga boleh." jawab Rose.

"Ngga boleh?" Moon heran.

"Setidaknya aku sudah tahu ternyata kamu ingin memelukku. Aku sudah sangat senang. Sama senangnya dengan dipeluk". jawaban Rose membuat Moon tenang.

Keduanya saling senyum. Lagi. Terik di luar mulai tergelincir. Keduanya bahagia. Mungkin... Iya, bahagia. Apabila semua adegan di atas dilakukan satu jam lebih awal.

Mungkin. Iya. Satu jam lebih awal. Moon memang bodoh. Satu jam setelah chat terakhirnya pada Rose, ia tidak bergegas menemui Rose. Tapi ia terlalu mengabaikan pertolongan manja Cita, wanita yang menyukainya, untuk sekadar minta antar ke bandara. Padahal hari itu bukan akhir pekan. Taksi masih banyak. Cita hanya terlalu manja dan Moon tidak sadar, dia adalah akar di saat Cita kehabisan rotan. Moon hanya cadangan yang termakan pikiran "tidak enak apabila menolak mengantar".

Andai Moon datang satu jam lebih awal, mungkin ia tidak akan memberikan Bear Brand yang sudah tidak dingin dan tidak berembun lagi itu masuk ke kamar Rose. Andai Moon datang enam puluh menit lebih awal, pasti ia masih harus mengetuk pintu. Andai Moon datang 3600 detik lebih awal, pasti ia masih bisa berteriak, "Bear Brand!" sambil bergaya ala Mas Broto.

Tapi ia sudah terlambat, untuk mengetuk pintu...

***
Photo source: Daily Plate of Crazy

Rose sedang tersenyum malu memandang seorang lelaki di depannya. Di tangannya ada sekaleng Bear Brand Malt Putih dan di tangan lelaki itu ada sekaleng Bear Brand rasa original. Lelaki itu mengajak Rose bercanda dengan sopan. Tidak terbahak-bahak. Nampaknya ia lelaki yang cukup terpandang. Jasnya rapi. Ia sangat serasi bila dilihat bersama Rose dari balik pintu masuk kamar Atlas ini.

Kaki Moon terpaku di balik pintu yang sedang mengintip itu. Tangannya kaku. Bibirnya kelu. Matanya sendu. Suaranya beku, ia tidak bisa berteriak untuk menawarkan Bear Brand yang sudah tidak berembun-embun itu. 

Sebelum dua pasangan yang serasi di dalam ruang Atlas itu tahu ada yang mengintip dari balik pintu, Moon berbalik. Berlalu pergi menuju mobil pemberian almarhum kakeknya. Membuka pintu mobil, menutupnya kencang. Mengeraskan musik. Membuka botol-botol Bear Brand yang sudah tidak berembun itu. Menegak empat botol hingga habis. Dan pergi...hingga tukang parkir rumah sakit tidak sempat meminta uang lima ribu rupiah kepada lelaki muda berhati pilu itu.

***

Saggio berpamitan pulang. Setengah jam lelaki tampan itu duduk di samping Rose. Cukup membuat Rose melengkungkan bulat sabit di bibirnya. Namun Rose masih menunggu satu lelaki untuk memenuhi senyumnya. Cukup bukan berarti sudah. Rose hanya cukup tersenyum oleh Saggio. Tapi dengan Moon, ia baru bisa merasa sudah tersenyum.




1 comment:

  1. Setidaknya Rose tahu Moon akan selalu membuatnya tersenyum, walau hanya dengan kesunyian kata.

    ReplyDelete

Comment here