Followers

Tuesday, May 17, 2016

Embun dan Rindu

Tulisan di bawah ini adalah draft yang saya temukan. Usianya mengendap di dalam laptop sekitar hampir 2 tahun. Silahkan dinikmati...dilarang baper...

////


Di jam ini, harusnya aku ada di kelas Membaca Teks Nonilmiah dan sedang membuat resensi novel untuk tugas akhir. Pantat ini menempel di kursi kayu lawas di gedung lawas ini pula. Namun otak ini dengan liar berlari-larian menuju wajahnya yang selalu menempel kurang dari satu senti di mataku dan baunya terendus-endus di hidungku. Untung bu dosen sedang tidak memerhatikan. Untung lagi, tugas ini tidak harus selesai sekarang. Yes, saatnya menyalurkan nafsu jariku untuk menulis.

Hari ini adalah hari di mana aku merasa sedang semakin jatuh cinta dengan dia, yang sebelum-sebelumnya sudah aku ceritakan. Sebelum sedekat hari ini, aku sempat semakin menjauh darinya. Bahkan sempat tertarik dengan kumbang yang lain, yang menawarkan untuk menebar benang sari bungaku ke tempat yang lebih layak. Menawarkan ladang yang hijau, dengan awan sebersih kapas bayi di atasnya, dengan langit sebiru lambang PAN mengelilinginya. Membuatku merasa bahwa benar Aquarius tidak bisa bersama dengan Leo. Membuatku merasa bahwa benar Aquarius hanya akan aman bersama Libra atau Sagitarius. Namun, aku salah. Aku salah berbuat gegabah. Menerbangkan si kumbang baru itu sampai loncat-loncat bagai naik di atas trampolin. Membuatnya yakin bahwa aku akan memasrahkan benang sariku dibawa oleh kakinya ke putik bunga lain yang lebih layak dan akan terus bertumbuh sampai ia menjadi ribuan. Aku salah. Aku tidak secepat itu menemukan kumbang baru, aku hanya terbawa suasana.

“Maaf untukmu, kumbang baru. Aku tidak bermaksud demikian. Kau bukan pelampiasan,” kataku untuknya.

Untuk kumbang baru, maaf jika aku harus pergi darimu. Maaf kalau sampai kamu selalu membangunkanku pagi-pagi, padahal kamu tidak biasa. Maaf jika semua orang mengira...aku harus bahagia bersamamu. Aku yang salah.

Aku sadar bahwa aku memang bisa suka dengan siapa saja. Aku sadar bahwa semua yang mendekat bisa saja membuatku kagum dan selalu membuat perbandingan dengannya, si kumbang lama. Tapi, aku salah. Cinta tidak selalu rasional. Teringat kata seseorang bahwa semua orang di dunia ini rasional, sampai ia jatuh cinta.

Ketidakrasionalanku berhenti padamu, kumbang lama.

Aku mulai tidak rasional. Sejauh itu aku pergi dan pura-pura tidak berharap, semakin rindu itu menahanku untuk pulang. Semakin aku berusaha tahu diri, semakin sakit dan lelah hati ini. Saat aku mengatakan “aku pergi”, isyarat “aku mengharapkanmu” selalu terbesit. Apakah sinyal-sinyal itu diterima olehmu? Apakah kamu tahu? Bahwa di setiap kita duduk bersama, aku berada di beberapa senti darimu, aku selalu ingin menyamakan detak jantung kita. Biar kamu tidak tahu bahwa aku deg-deg-an. Kamu tahu? Setiap kamu senyum, aku ingin aku punya mesin penghambat waktu. Kamu tahu? Setiap kamu mengajakku makan, aku hanya ingin kita makan berdua, tidak dengan siapa-siapa. Namun, saat aku tahu kamu mengajakku makan karena teman-temanmu tidak bisa menemanimu makan... Aku mulai sadar. Aku bukan tujuan, aku hanya sebuah opsi.

Kurang satu bulan lagi segala rutinitas “bertemu denganmu” akan berakhir. Aku mulai tidak tahu, aku masih harus jatuh cinta atau tidak. Aku tidak bisa membayangkan nanti, jika kita sudah tidak sering bertemu lagi, apakah aku masih pantas mengharapkanmu atau harus pergi dan mencari kumbang lain. Satu bulan lagi itu tidak lama. Aku akan baik kepadamu dan menerima semua omelanmu.

Yang entah menurutmu berarti atau tidak. Menurutku iya. Makanya aku memberikan potongan kue ulang tahunku kepadamu. Karena menurutku kamu pantas menerimanya.

Yakinkan aku untuk terbiasa
Terbiasa yakin bahwa di setiap pagi,
di setiap embun masih ada rindumu

Sejauh itu, seburuk itu pun
Aku masih di sini, tidak bisa tidak mencintaimu...


No comments:

Post a Comment

Comment here