Tulisan di bawah ini adalah draft yang saya temukan. Usianya mengendap di dalam laptop sekitar hampir 2 tahun. Silahkan dinikmati...dilarang baper...
////
Di jam ini, harusnya aku ada di kelas Membaca Teks Nonilmiah dan sedang membuat resensi novel untuk tugas akhir. Pantat ini menempel di kursi kayu lawas di gedung lawas ini pula. Namun otak ini dengan liar berlari-larian menuju wajahnya yang selalu menempel kurang dari satu senti di mataku dan baunya terendus-endus di hidungku. Untung bu dosen sedang tidak memerhatikan. Untung lagi, tugas ini tidak harus selesai sekarang. Yes, saatnya menyalurkan nafsu jariku untuk menulis.
////
Di jam ini, harusnya aku ada di kelas Membaca Teks Nonilmiah dan sedang membuat resensi novel untuk tugas akhir. Pantat ini menempel di kursi kayu lawas di gedung lawas ini pula. Namun otak ini dengan liar berlari-larian menuju wajahnya yang selalu menempel kurang dari satu senti di mataku dan baunya terendus-endus di hidungku. Untung bu dosen sedang tidak memerhatikan. Untung lagi, tugas ini tidak harus selesai sekarang. Yes, saatnya menyalurkan nafsu jariku untuk menulis.
Hari ini adalah hari di mana aku merasa sedang semakin jatuh
cinta dengan dia, yang sebelum-sebelumnya sudah aku ceritakan. Sebelum sedekat
hari ini, aku sempat semakin menjauh darinya. Bahkan sempat tertarik dengan
kumbang yang lain, yang menawarkan untuk menebar benang sari bungaku ke tempat
yang lebih layak. Menawarkan ladang yang hijau, dengan awan sebersih kapas bayi
di atasnya, dengan langit sebiru lambang PAN mengelilinginya. Membuatku merasa
bahwa benar Aquarius tidak bisa bersama dengan Leo. Membuatku merasa bahwa
benar Aquarius hanya akan aman bersama Libra atau Sagitarius. Namun, aku salah.
Aku salah berbuat gegabah. Menerbangkan si kumbang baru itu sampai
loncat-loncat bagai naik di atas trampolin. Membuatnya yakin bahwa aku akan
memasrahkan benang sariku dibawa oleh kakinya ke putik bunga lain yang lebih
layak dan akan terus bertumbuh sampai ia menjadi ribuan. Aku salah. Aku tidak
secepat itu menemukan kumbang baru, aku hanya terbawa suasana.
“Maaf untukmu, kumbang
baru. Aku tidak bermaksud demikian. Kau bukan pelampiasan,” kataku untuknya.
Untuk kumbang baru, maaf jika aku harus pergi darimu. Maaf
kalau sampai kamu selalu membangunkanku pagi-pagi, padahal kamu tidak biasa.
Maaf jika semua orang mengira...aku harus bahagia bersamamu. Aku yang salah.
Aku sadar bahwa aku memang bisa suka dengan siapa saja. Aku
sadar bahwa semua yang mendekat bisa saja membuatku kagum dan selalu membuat
perbandingan dengannya, si kumbang lama. Tapi, aku salah. Cinta tidak selalu
rasional. Teringat kata seseorang bahwa semua orang di dunia ini rasional,
sampai ia jatuh cinta.
Ketidakrasionalanku berhenti padamu, kumbang lama.
Aku mulai tidak rasional. Sejauh itu aku pergi dan pura-pura
tidak berharap, semakin rindu itu menahanku untuk pulang. Semakin aku berusaha
tahu diri, semakin sakit dan lelah hati ini. Saat aku mengatakan “aku pergi”,
isyarat “aku mengharapkanmu” selalu terbesit. Apakah sinyal-sinyal itu diterima
olehmu? Apakah kamu tahu? Bahwa di setiap kita duduk bersama, aku berada di beberapa
senti darimu, aku selalu ingin menyamakan detak jantung kita. Biar kamu tidak
tahu bahwa aku deg-deg-an. Kamu tahu? Setiap kamu senyum, aku ingin aku punya
mesin penghambat waktu. Kamu tahu? Setiap kamu mengajakku makan, aku hanya
ingin kita makan berdua, tidak dengan siapa-siapa. Namun, saat aku tahu kamu
mengajakku makan karena teman-temanmu tidak bisa menemanimu makan... Aku mulai
sadar. Aku bukan tujuan, aku hanya sebuah opsi.
Kurang satu bulan lagi segala rutinitas “bertemu denganmu”
akan berakhir. Aku mulai tidak tahu, aku masih harus jatuh cinta atau tidak.
Aku tidak bisa membayangkan nanti, jika kita sudah tidak sering bertemu lagi,
apakah aku masih pantas mengharapkanmu atau harus pergi dan mencari kumbang
lain. Satu bulan lagi itu tidak lama. Aku akan baik kepadamu dan menerima semua
omelanmu.
Yang entah menurutmu berarti atau tidak. Menurutku iya.
Makanya aku memberikan potongan kue ulang tahunku kepadamu. Karena menurutku
kamu pantas menerimanya.
Yakinkan aku untuk
terbiasa
Terbiasa yakin bahwa di setiap pagi,
di setiap embun masih ada rindumu
Terbiasa yakin bahwa di setiap pagi,
di setiap embun masih ada rindumu
Sejauh itu, seburuk
itu pun
Aku masih di sini, tidak bisa tidak mencintaimu...
Aku masih di sini, tidak bisa tidak mencintaimu...
No comments:
Post a Comment
Comment here