Setiap pengguna kendaraan
bermotor yang hendak ke luar gerbang kampusku harus menunjukkan Surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK). Aku adalah salah satu mahasiswa yang sudah dihapal oleh
beberapa satpam di gerbang utama. Bahkan pernah aku diberi kue dan es kelapa muda oleh salah satu satpam karena dia hapal denganku. Pernah suatu ketika saat aku akan keluar
gerbang kampus, beberapa satpam yang hapal denganku tidak menahanku untuk
diperiksa STNK-nya.
“Wis mbak, langsung ae sampeyan...wis apal1,” kata salah
seorang satpam waktu aku akan mengeluarkan STNK dari saku belakang celanaku.
Masih ada lagi di hari yang
berbeda.
“Wis, langsung ae, mbak2,” kata seorang satpam sambil
senyum kepadaku.
“Lho, opo’o se mas, aku ate ngetokno STNK ngga oleh a3?” jawabku
tidak terima.
“Wis, ga usah. Wong sampeyan ayu, manis pisan. Langsung ae wis...4”
timpal salah seorang satpam sambil tertawa kepadaku.
“Lho mas, sing genah
a. Wong ayu dan manis iso lho dadi maling, harah...5” kataku
sedikit jutek sambil berlalu meninggalkan gerbang.
1) “Udah mbak, langsung aja sampeyan (sebutan dalam bahasa Jawa untuk menghormati seseorang)...sudah hapal,”
2) “Udah, langsung saja, mbak,”
3) “Lho,kenapa sih mas, aku mau ngluarin STNK ngga boleh, ya?”
4) “Udah, ngga perlu. Orang sampeyan cantik, manis pula. Langsung saja deh...”
5) “Lho mas, yang bener dong. Orang cantik dan manis bisa lho jadi maling, hayo...”
No comments:
Post a Comment
Comment here