14.42 WIB
Dalam keadaan penat dan lapar luar biasa.
Siang ini, tiba-tiba aku merasakan udara di dalam
paru-paruku penuh sesak dengan tumpukan kata-kata yang melewati telinga atau
bahkan terbaca mata, yang tadinya ingin aku sapu dengan tongkat sihir yang aku
punya. Tapi kok siang ini, tiba-tiba dia kembali merajamku dengan seribu
kesakitan tiada terperi yang menuntunku untuk menggerakkan tangan di atas keyboard baruku ini. Ya. Bapak baik
sekali, aku dibelikan mainan baru. Bapak tahu aku suka berbicara dengan
huruf-huruf di atas keyboard seperti
saat ini.
Awalnya satu kalimat tajam itu masuk ke telingaku. Aku sudah
membuangnya. Kedua kali kalimat tajam itu masuk, telingaku sudah aku tutup
rapat dengan dua tanganku. Ketiga kalinya, kalimat itu masuk ke tubuhku melalui
tempat yang lain. Dia menghujam mataku dan aku terlanjur membacanya. Aku tutup
mataku. Keempat kalinya, kalimat itu datang lagi dan entah...aku ingin
menangis, tapi aku tidak menemukan bahu untuk bersandar.
Ya Allah yang mahapengasih, aku sudah berjanji untuk mengurangi
sifat kekanak-kanakanku: mengeluh. Tapi, hari ini izinkan aku mengeluh lewat
tulisan ini...karena aku tidak menemukan bahu untuk bersandar dan tidak bisa
mensujudkan tubuhku menghadap barat. Aku benar-benar ingin menangis karena aku sudah
cukup kesakitan melarang air mata ini keluar.
Ya Allah yang mahamendengar, aku sungguh kedinginan
sendirian di sini. Aku tidak menemukan di mana aku yang sebenarnya akhir-akhir
ini. Aku merasa tubuhku disusun oleh ekspektasi, persepsi, citra, ambisi, tanggung
jawab, kepercayaan, dan tuntutan dari orang-orang di luar sana.
Seenaknya saja mereka menempelkan semua itu ke dalam tubuhku
dan seenaknya saja mereka menghembuskan angin kencang dan semakin kencang
seiring laju batangku ke atas. Bukannya angin dan pohon tidak boleh bertengkar,
angin membantu pohon tumbuh dengan menebarkan sari-sarinya ke udara dan
menempel ke putik yang lain. Apakah angin juga tidak merasakan bahwa pohon
membuatnya terlihat dengan goyangan daunnya yang menari lembut, sehingga orang
bisa menyadari bahwa angin ada?
Kenapa sampai ada istilah semakin tinggi pohon, semakin
kencang angin bertiup? Harusnya tidak ada, kan?
Hmmmm...
Inhale...
Exhale...
Di paragraf ini, tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu. Untuk
apa aku menuliskan kalimat-kalimat di atas. Aku bukan perempuan lemah!
Mereka memberiku kepercayaan besar sampai detik ini, karena
mereka yakin aku bisa dan aku tidak boleh mengeluh. Jika aku mengeluh, itu
hanya karena aku tidak yakin bisa menghadapinya sendirian.
Yang harus dilakukan sekarang, aku akan tetap
menjadi pohon yang kuat. Tidak peduli seberapa besar angin yang menghantam. Aku
adalah pohon yang tidak bisa dirobohkan oleh angin seperti mereka. Bismillah.
Oh iya, jika ada angin-angin nakal yang mengganggu lagi,
mungkin aku bisa meminjam beberapa kata dari lirik lagunya Mocca. Excuse me, Sir (Maam), you don’t even know
me.
Ditulis di Miami Chicken (tempat cari gratisan Wi-Fi paling murah dan
letaknya paling dekat dengan kampus. Cocok untuk menyendiri, walaupun menunya
biasa saja. Terima kasih, Miami. )
No comments:
Post a Comment
Comment here