Followers

Monday, April 17, 2023

Sebelum Berjumpa dengan Leya (Part 1)

 Halo, bloggie. Lama tak bersua sampai blog ini penuh sarang laba-laba. Apa kabar? Semoga selalu sehat dan bahagia, ya. Sekalinya bersua, aku mau nitip cerita tentang anak pertamaku, Aleya. Sebelum memori ini terhapus, semoga kelak Aleya bisa membaca cerita ini dan kami saling berbagi cerita. Aamiin. 

Cerita tentang kehamilan sudah aku share di Instagram dengan highlight Pregnancy. Semoga bermanfaat untuk yang membaca. Kali ini, aku langsung saja ke cerita dari awal hamil sampai melahirkan.


Masa hamil Aleya tuh bener-bener bikin aku belajar tentang arti ikhlas yang luar biasa. Di trimester 1, aku harus belajar ikhlas ketika dokter bilang kehamilanku berisiko karena harus menjalani operasi usus buntu sembari hamil. FYI, seperti yang pernah aku ceritakan di Highlight 'Pregnancy' di Instagram, aku sempat mengalami gagal bius ketika operasi usus buntu akibat tulang belakangku ada pen titaniumnya karena operasi skoliosis. Setelah operasi, berat badan turun drastis ditambah hiperemesis (mual-muntah berlebihan) sampai bener-bener sulit kemasukan nutrisi.


Di trimester 2, alhamdulillah mual-muntahnya tiba-tiba hilang, tapi aku harus belajar ikhlas lagi ketika aku mengalami perdarahan ringan. Ini ternyata karena posisi plasenta si bayik rendah banget (posisi plasenta nggak bisa diubah, hanya bisa bergeser ke atas seiring besarnya janin) hingga sebagian besar jalan lahir tertutup. Dokter bilang, melahirkan secara pervaginam terlalu berisiko dengan kondisiku saat itu karena dikhawatirkan terjadi perdarahan yang berlebihan kalau dipaksakan. Akhirnya diminta bed rest satu pekan dan harus mengonsumsi obat penguat kandungan. Down, ya? Pasti...apalagi dengan riwayat gagal bius sebelumnya, aku trauma kalau harus dihadapkan dengan meja operasi untuk ketiga kalinya nanti saat lahiran. Kata dokter, kalau memang harus dilahirkan secara SC, Aleya setidaknya akan dilahirkan ke minggu ke-37 supaya menghindari adanya kontraksi, karena kalau sampe udah bukaan banyak, dikhawatirkan perdarahannya nggak bisa dikontrol. Jadi, sejak akhir trimester 2 tuh aku bener-bener menghindari segala hal yang bisa bikin aku kontraksi.


Di trimester 3, aku ngalamin berkali-kali mom shamming, huhu. Kebanyakan orang yang ketemu aku bilang kalau aku nggak kayak orang hamil karena perutku terlihat kecil. Awalnya aku biasa aja, tapi karena sudah terlalu banyak yang bilang bahkan nggak jarang berulang, aku selalu nangis di rumah tiap abis di-shamming. 😂 Bumil kan sensi banget, gaes...takut anaknya kenapa-napa. Siapa yan marah duluan pas tahu aku nangis? Ya paksu! Hehe. Dia sampe sempet bilang ke aku "Sini, kirim WA-nya mbak itu yang sering bilang perutnya Adik kecil. Biar Mas bilangin nggak usah kebanyakan komentar". Wakakakak segitunya.


Selain itu, di TM 3 ini aku sempat mengalami kontraksi palsu pada bulan ketujuh (bisa jadi efek kecapean) dan harus bed rest lagi. Abis itu dicek lagi posisi plasentanya, ternyata tetep nutupi jalan lahir, dan dokter bilang diobservasi dulu sampe bulan kesembilan sambil diusahakan dengan yoga, dll. Pada bulan kedelapan, pas rame-ramenya Covid varian Omicron, aku juga tertular dari suami, terpaksa bed rest lagi (tapi tetep kerja dari rumah, wkwk). Sudah risiko kalau kami berdua kerjanya harus ketemu banyak orang, jadi bener-bener nggak bisa menghindar dari Covid.

Abis itu...jeng jeng jeng...pas periksa kandungan setelah tertular percopidan duniawi ini, ternyata Aleya berhenti tumbuh di dalam kandungan! Usianya hampir 9 bulan di kandungan, tapi beratnya nggak sampe 2000 gram. 😭 Down se-down-down-nya karena merasa kayak APE LAGIII INI, DOOOOK???? Udah deket lahiran ini, doook... Nggak ada berhentinya ya rasa khawatir seorang bumil itu. Kata dokter, Aleya mengalami Intrauterine growth restriction (IUGR) atau bahasa awamnya ya perlambatan pertumbuhan.

Penyebabnya apa? Macem-macem. Pertama, bisa kelainan pada plasenta sehingga oksigennya nggak bisa optimal masuk ke bayi, jadinya penyerapan nutrisi pun kurang. Gampangnya, ibunya makan apa pun, efeknya tidak signifikan ke BB bayi kalau kondisi begini. Kok bisa plasentanya kelainan? Kalau ngomongin kelainan, itu ngomongin sesuatu yang agak-agak takdir gitu, ya, hehe. Kecuali ngomongin penyakit, sebabnya lebih jelas. Penyebab IUGR yang kedua, bisa karena infeksi. Kalau dirunut kebelakang, setelah aku terpapar virus Corona itu, sebenarnya aku demam tinggi lagi sepekan kemudian dan demamnya lebih dari 3 hari (iya, pokoknya hamil sambil kerja kemarin kayak banyak izinnya 😂). Karena bumil nggak berani konsumsi obat sembarangan, aku cuman berani minum paracetamol aja ketika itu. Nah, menurut dokter, kalau demamnya lebih dari 3 hari begitu, ada kemungkinan infeksi. Entah yg terinfeksi nih bagian mana. Terakhir, penyebab IUGR yg ketiga, paparan udara yang kurang bagus (perokok pasif, paparan udara kendaraan bermotor, dll.). 

Dari ketiga penyebab yang udah disebutkan itu, yang paling mungkin adalah karena infeksi itu tadi dan dicurigai pas aku demam tinggi tidak jelas itu, karena dari bulan pertama hingga kedelapan, Aleya tumbuhnya optimal, kok tiba-tiba aja begini. Kemungkinan kedua, juga karena plasentaku sedikit 'istimewa'. Selain letaknya yang aku ceritakan kurang optimal tadi, usia plasentanya kalau dilihat dari warnanya, kata dokterku seperti plasenta trimester 2, padahal harusnya ini sudah akhir trimester 3. Dokter sampe bolak-balik tanya, "Beneran nggak salah itung kan haid terakhirnya kapan?". Soalnya janinnya bener-bener terlalu kecil untuk usia seharusnya dan plasentanya terlalu muda. InsyaAllah nggak salah hitung, karena mensku teratur banget dan aku selalu masukkan data tanggalnya ke kalender haid.


To be continued to Part 2.


No comments:

Post a Comment

Comment here