Followers

Monday, April 17, 2023

Sebelum Berjumpa dengan Leya (Part 3)

Selama proses perbaikan gizi di rumah ortu, aku memaksakan diri harus bisa makan 2 kali lipat dari biasanya dan memaksakan diri minum semua suplemen dari dokter (karena aku sebenernya nggak bisa nelan obat). Jadi, setiap jam, isinya makaaan melulu, terutama nambah protein yang banyak. Daging, buah-buahan, sayur, dan makanan tinggi gula (yang ini dengan pantauan dokter, ya), bener-bener nggak boleh ada waktu yang terbuang percuma tanpa makan.

Setelah masuk week ke-37 (tanggal rencana awal SC), ternyata BB Aleya nambah lumayan banyak, tapi belum menyentuh angka 2500 gr. Selain itu, tiba-tiba aja tekanan darahku tinggi, padahal nggak pernah terjadi sebelumnya. Karena juga belum ada tanda lahiran, dokter memutuskan untuk menunda operasi untuk menunggu sampai Aleya BB-nya optimal. Sekali lagi, dr. Anin tanya "Beneran yakin ya nggak salah hitung tanggal haid terakhir?". Beliau melanjutkan "Bisa jadi si adek ini juga bukannya kecil, tapi belum waktunya besar". Setelah mempertimbangkan risiko dan melihat kondisiku, janin, serta plasenta, aku disuntik obat pematang paru janin supaya kalau sewaktu-waktu dia lahir dan ternyata kondisinya memang seperti bayi prematur, organ parunya sudah siap. Aku juga dites lab. untuk mengetahui ada kemungkinan preeklamsia atau enggak karena tekanan darahnya tinggi. Yah, pulang dari disuntik tuh down lagi si mamak sampe nangis kejer di kamar 😂.

Di saat-saat itu, aku introspeksi diri. Rencana indah apa ya yang sedang Allah siapkan untuk keluarga kecil kami sehingga kehamilan ini MasyaAllah tantangannya. Sekarang aku tahu, kenapa surga itu letaknya di bawah kaki ibu...karena sejak hari pertama aku tahu aku hamil, setiap bangun tidur aku hanya memikirkan apakah bayiku masih hidup di dalam sana? Apakah bayiku sejahtera di dalam kandungan sana?

Aku introspeksi lagi. Mengingat-ingat ketika aku menangis di bawah air hujan untuk menunggu datangnya dua garis merah di testpack-ku setiap bulan. Mengingat betapa bahagianya kami ketika akhirnya garis itu nyata. Bahkan, egoisnya aku, di saat sekarang sudah mendekati lahiran, kok aku tidak menyambutnya dengan bahagia tapi justru khawatir terus-menerus? Kok aku menuntutnya harus berberat badan normal? Aku terlalu menuntutnya untuk terlahir sebagai bayi yang sempurna, padahal aku lupa, aku sendiri tidak sempurna. Tubuhku saja punya banyak bekas luka. Di punggung ada bekas jahitan skoliosis. Di perut ada bekas jahitan usus buntu dan nantinya ditambah jahitan SC. Secara fisik, aku tidak sempurna. Kok aku berani-beraninya menuntut anakku udah begini-begitu? 😭


Akhirnya, aku ajak bicara Aleya dari luar perut. Aku elus-elus perutku dan aku yakin Aleya dengar. Aku bilang "Nak, terima kasih sudah hadir di tengah keluarga ini. Sebentar lagi Bunda bisa ketemu Aleya. Tahan sedikit, ya. Aleya boleh keluar kapan aja, tapi semoga ketika Aleya sudah keluar, BB-nya Aleya optimal. Maaf kalau Bunda terlalu menuntut BB-nya Aleya harus normal terus. Nggak harus di atas 2,5 kok, Nak. Yang penting optimal saja...itu sudah lebih dari cukup. Bunda tunggu, ya..."

Sejak saat itu, semuanya jadi lebih enteng. Aku nggak harus memaksakan diri makan berlebihan supaya gemuk. Nggak harus menimbang berat badan tiap jam. Nggak harus USG berkali-kali (iya, aku sempat ke dokter 2 kali seminggu demi mantau BB bayi). 😅 Yang aku butuhkan hanya mensyukuri semua yang terjadi, menerima ketidaksempurnaan ini, dan menyambut datangnya Aleya dengan bahagia.

Alhamdulillah, atas izin Allah, tiba-tiba BB Aleya naik drastis di minggu ke-39 menjadi 2700 gr. Kata dokter, kalau dilahirkan, kira-kira akan plus/minus 200 gr. Dokter pun menentukan tanggal operasinya 18 April 2022.

To be continued to Part 4.

No comments:

Post a Comment

Comment here