Followers

Saturday, December 24, 2011

"Buat Pengalaman"

Jumat malam kemarin, aku diajak Budhe Al ke Surabaya. Ada apa tiba-tiba ke Surabaya? Jadi gini nih...kakak sepupuku, panggil saja Yayan, dia sekolah di Akademi Kepolisian di Semarang. Nah, hitung-hitung setelah penutupan masa awal pendidikan, korps Jawa Timur mengadakan acara ramah-tamah di Hotel Satelit di Surabaya. Nah, ketentuan acara ini, taruna (sebutan untuk murid di sini) harus membawa anggota keluarganya + 1 cewek (entah itu cewek dalam konotasi yang seperti apa). Karena Mas Yayan belum punya cewek, salah satu cewek yang mungkin diajak adalah aku. Dini waktu itu sedang di Surabaya juga, tapi dia lagi take a walk sama sahabatnya. Ini nih Mas Yayan.

Nah, apa yang bikin aku jadi mendadak not in the mood to go malem itu? Mbak Wulan, adiknya Mas Yayan bilang kalau aku tidak usah memakai baju yang terlalu formal, baju biasa saja sudah cukup. Eh, saat aku masuk mobil, aku dapati Mbak Wulan, Budhe Al, dan Pakde Pras memakai baju yang cukup formal. Walau Mbak Wulan memakai rok terusan berbahan kasual, tapi aku merasa sangat salah kostum dengan memakai baju berbahan jatuh bermotif tanpa lengan dan hanya sepanjang lutut lalu menutupnya dengan legging hitam dan memutuskan memakai jaket denim kesayanganku dari blazer yang harusnya lebih formal dan kerudung polos yang membuatku tampil sangat 'mall'.

Perjalanan menuju Surabaya yang harusnya hanya memakan waktu 2 jam, harus lebih panjang lagi karena hujan deras yang mengguyur kami sepanjang perjalanan. Macet. Itu problem kedua kota besar selain panas. Alhasil, acara yang harusnya dimulai jam 6, menjadi molor hingga jam setengah 8. Benar dugaanku. Ini hotel. Dengan dekorasi seperti itu, ini bukan mall, aku resmi salah kostum. Dan menyesal menanggalkan high-heels punya ibu yang aku ganti dengan sepatu flat super-casual karena punggungku terasa pegal dengan tumpuan hampir 10 senti itu. Melihat para undangan datang dengan baju mini khas pesta malam dengan gaun-gaun sifon, make-up tebal, clutch, sepatu hak dua puluh senti, rambut yang sengaja di-curly, aku menjadi semakin ingin menciut dari tempat itu dan pulang ke tempat tidurku. "Ngapain kamu diem? Gara-gara salah kostum, ya?" celetuk Mbak Wulan. "Jangan heran, mereka memang sudah terbiasa hidup glamour, jadi pakaiannya ya seperti itu, pede aja lagi,". Yeah, it's never mind. Yang terpenting memang kita harus menjadi superpede saat kita yakin itu tidak ada salahnya.

Mas Yayan itu orangnya hebat sekali. Dia selalu berada di ranking tertinggi di sekolahnya saat SMA dulu. Dia juga selalu hidup sederhana, tidak pernah minta dibelikan handphone canggih di saat teman-temannya memakai Blackberry. Tidak pernah ingin dibelikan sepatu baru, padahal nyatanya sepatunya sudah usang. Tidak pernah minta dibelikan baju baru, padahal Mbak Wulan sering meminta pada Pakde Pras dan Budhe Al. Bahkan saat diajak rekreasi pun, ia lebih memilih di rumah untuk belajar. Kata Pakde Pras, Mas Yayan sudah ngga punya nafsu duniawi. Bahkan karena kesal tidak diterima SNMPTN undangan di universitas yang dia inginkan, dia memutuskan untuk mendaftar di PTN yang berikatan dinas, karena dia ingin bersekolah tanpa membuat orang tuanya terus-terusan mengeluarkan biaya.

Seperti hal yang sangat tidak mungkin dan sangat bertentangan dengan kehidupan Mas Yayan yang jauh dari ketegasan. Dia adalah anak yang sopan, jika berbicara sangat lembut, berbeda dengan kebanyakan cowok. Ia tidak merokok. Bahkan ia rela menghabiskan waktu liburannya untuk berlatih fisik sampai sempat sakit karena tidak biasa. Saat seleksi saja, salah seorang temanku mengatakan bahwa ia anak mama. Tapi ternyata, mereka semua salah. Mas Yayan hebat bisa menyingkirkan ribuan orang di Indonesia untuk bersekolah di Akpol. Di Kabupaten Malang saja, hanya 3 orang yang berhasil lolos, termasuk Mas Yayan.

Di acara semalam, ternyata, cewek yang dimaksud itu ya cewek. 'Cewek'. Melihat para taruna bergandengan dengan pacar mereka yang cantik-cantik, membuatku mengerti kalau aku memang datang ke sini sebagai 'cewek', bukan keluarga. "Kapok, kamu disewa semalam buat jadi pacar bayaran," sindir Mbak Wulan. *sigh*

Dengan cara Mas Yayan yang sopan memperlakukan kami, membalik gelas-gelas kami, mengambilkan nasi, membuatku ingin sekali mempunyai suami yang berhati lembut seperti dia, hihihihi. Kata Pakde Pras, "Itu banyak taruna, pilih salah satu aja, enak punya suami pejabat, hidupnya terjamin". Aku lalu berkata, "Apa siiih pakde!". Bagiku, tidak harus kaya, yang penting kaya hatinya.

Ini namanya Mas Althof, yang waktu itu semeja dengan kami.


Saat aku bercerita kepada bapak melalui sms tentang kejadian hari ini, bapak hanya bilang, "buat pengalaman".

Hari yang melelahkan. Dan membuatku berpikir panjang tentang masa depan, akan kah aku tetap ingin menjadi guru yang gajinya tidak seberapa. Dan akan kah aku memilih suami karena apanya, karena hartanya atau karena hatinya. Akan kah aku bisa sesukses Mas Yayan, atau bagaimana? Aku tidak tahu skenario sang sutradara akan bagaimana, aku hanyalah seorang aktris yang harus berusaha. Semoga mimpi-mimpiku akan terus menggantung setinggi langit, tidak pernah jatuh sampai aku berhasil mewujudkannya. Amin...

6 comments:

  1. nice experience :) btw i have giveway for all my readers . if you had a time check my blog :) good luck :D


    my first giveway

    http://newsabesabrina.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Okay, I'll check it out, nice blog Sabrina ;-)

    ReplyDelete
  3. Hai Dina, blogwalking balik :)
    Ngomong2 shoutmixmu kok nggak bisa dipake Din?
    hehehe, anak-anak ipa kan mau liburan juga kan? :)
    Btw, tulisanmu bagus <3

    ReplyDelete
  4. Itu shoutmix-nya trial, cuman setahun, hihihi...
    Iya, semoga terealisasi deh, amin. Makasih, kamu juga bagus, Fik, keep writing ya ;-)

    ReplyDelete
  5. amiin
    sutradara kehidupan tahu yang terbaik kok :)

    ReplyDelete

Comment here