Followers

Monday, November 07, 2011

Elegi Cinta Absurd

Just don't you ever love a guy who is not looking for your heart. Please, love a guy who is loving you, though you are you, not what he want to be.

Dua bulan. Itu bukan waktu yang lama jika dikalkulasi dengan angka. Namun, kalkulator hati punya perbedaan asumsi. Ia sangat lama. Mungkin sudah dua bulan silam setengah hatimu yang tertinggal di tubuhku ini berusaha lepas. Namun ia berontak, ia tidak mau lepas. Aku masih menyimpannya. Kali ini, izinkan kali ini saja aku ingin menuangkanmu untuk yang terakhir kali dalam tulisan, boleh kan?

Aku ingin cerita, aku sudah bisa menghapus semua memori tentang siluet-siluet wajah dan semua kisah Rapunzel yang pernah kamu terjunkan. Aku sudah bukan Cinderella, aku kembali menjadi Upik Abu saat sihirmu kamu cabut dari ubun-ubunku. Benakku terasa lebih ringan, ringan akan kebahagiaan yang sesungguhnya semu. Ia semakin berat, bukan berat akan kebahagiaan juga, namun makin berat akan pedih dan trauma yang sulit untuk dibalut hansaplast bahkan meja operasi pun tidak mungkin sanggup menyembuhkannya.

Aku sudah bisa mengubur dalam-dalam semuanya, dan aku yakin ia tidak mungkin bangkit dari tidur panjangnya. Aku sudah mencuci otakku sendiri. Bahkan untuk sekedar mengucap kembali melodi indah bernama 'cinta', aku harus mengejanya lebih dari seratus kali. Ya. C-I-N-T-A.

Refleksimu menghilang seiring pasir waktuku habis terjun terkena gravitasi. Aku sudah hilang ingatan, makhluk seperti apakah kamu, yang pernah memberikan hangat dalam kedinginanan batu es dalam kalbuku. Ia lalu datang. Iya. Ia. Perlu diulang? I-A. Ia adalah makhluk Tuhan lain yang dikirimkan mungkin untuk menggantikan jabatanmu dalam hierarki tertinggi kekuasaanmu yang pernah harus mengelola sanubariku.

Ia berbeda denganmu. Tentu saja. Tidak bisa dibandingkan karena memang tidak ada ada yang perlu. Tidak ada yang perlu dikomparasikan. Namun, aku terlalu cepat untuk mengayuh. Semakin cepat pula aku terjatuh. Jatuh tersungkur. Ia tidak lebih baik darimu. Beruntungnya aku, ia hanyalah pemandangan indah. Tidak lebih dari itu. Setidaknya ia pernah membuat simpul bibir manisku tersenyum untuknya dan untukku. Apa beruntungnya? Ya, untung saja aku tidak mudah tertipu untuk kedua kalinya.

Maafkan aku mengingkari janji. Aku berbohong jika aku sedang tersenyum. Sejujurnya, senyum itu adalah cara baruku untuk menangis. Tapi tidak terdengar.

Biarkan melodi cinta itu terdengar dengan sendirinya di telingaku. Aku tidak lagi akan memaksakan mendengarnya. Karena jika ternyata aku tidak mampu mendengarnya, aku bisa menurunkan hujan badai selalu

...cinta memang absurd.

No comments:

Post a Comment

Comment here